TajukNasionalĀ Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah menilai bahwa rencana pengembalian sistem penjurusan di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) merupakan langkah yang logis dan wajar, mengingat kebutuhan besar Indonesia terhadap sumber daya manusia di bidang sains dan teknologi.
āSaat ini kita berada dalam fase pembangunan besar, terutama di sektor teknologi. Namun, peminatan siswa terhadap bidang STEM (Sains, Teknologi, Engineering, dan Matematika) justru terus menurun, termasuk minat menjadi guru di bidang tersebut,ā ujar Ledia dalam keterangan resminya, Senin (14/5/2025).
Menurutnya, minat dan kemampuan siswa di bidang STEM sebaiknya sudah mulai diarahkan sejak SMA. Hal ini juga berkaitan erat dengan visi Presiden Prabowo dalam mendorong kedaulatan pangan nasional, yang memerlukan banyak tenaga ahli di bidang teknologi pertanian dan pangan.
āAgar visi Presiden bisa terlaksana, maka sejak dini kita harus menyiapkan generasi yang menguasai bidang-bidang tersebut,ā jelas politisi dari Fraksi PKS ini.
Ledia juga menekankan bahwa kebijakan penjurusan di SMA harus diiringi dengan penguatan peran guru bimbingan dan konseling (BK) sejak tingkat Sekolah Dasar (SD). Menurut lulusan Psikologi Terapan Universitas Indonesia ini, anak-anak harus mulai dibantu membangun kepercayaan diri dan memetakan potensi mereka sejak dini.
āGuru konseling berperan penting memberi informasi soal karier dan masa depan anak. Sehingga saat di SMP mereka sudah mulai melihat arah minat dan tujuan mereka,ā ujarnya.
Ia menambahkan, pengenalan profesi dan dunia kerja sejak SD akan membantu siswa memilih jurusan di SMA bukan berdasarkan tren atau gengsi, melainkan berdasarkan kesadaran diri.
āDengan begitu, saat SMA, mereka tidak sekadar ikut-ikutan memilih jurusan, tetapi sudah tahu profesi seperti apa yang ingin mereka tekuni,ā tambah legislator dari Dapil Bandung-Cimahi itu.
Seperti diketahui, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah saat ini tengah mengkaji kemungkinan mengembalikan sistem jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di tingkat SMA, menggantikan sistem peminatan dalam Kurikulum Merdeka. Wacana ini disampaikan oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Muāti dalam acara Halalbihalal bersama Forum Wartawan Pendidikan (Fortadik) di Jakarta, Jumat (11/4/2025).
Muāti menyebut, kajian ini terbuka untuk masukan publik, dan akan mempertimbangkan dampak positif maupun negatif dari sistem penjurusan dan peminatan yang sebelumnya diberlakukan.