Senin, 23 Juni, 2025

Desak Sekolah SMA Binus Simprug Diperiksa Terkait Kasus Bullying, Dede Yusuf: Jika Ditemukan Kelalaian Harus Ada Sanksi

TajukNasional Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf, menekankan perlunya tanggung jawab pihak sekolah dalam menangani kasus bullying yang terjadi di SMA Binus Simprug, Jakarta. Ia menegaskan bahwa tidak hanya pelaku yang harus ditindak, tetapi juga sekolah yang dianggap bertanggung jawab atas insiden tersebut. Menurut Dede, pihak sekolah perlu diperiksa secara menyeluruh untuk memastikan bahwa mereka tidak melakukan pembiaran terhadap kasus-kasus bullying yang terjadi di lingkungan sekolah.

“Menurut saya, Binus sebagai sekolah harus diperiksa juga, dan jika ditemukan kelalaian, harus ada sanksi. Kami meminta Kemendikbud agar menegur dan memberikan sanksi kepada sekolah-sekolah yang membiarkan perundungan terjadi di lingkungannya,” kata Dede Yusuf kepada wartawan pada Senin, 23 September 2024.

Dede juga menguraikan tiga faktor utama yang berkontribusi terhadap terjadinya bullying di sekolah. Pertama, adanya persepsi di kalangan sekolah bahwa bullying adalah hal yang biasa atau lazim terjadi. Kedua, satgas anti-bullying yang dibentuk berdasarkan Permendikbud tidak berjalan efektif, sehingga upaya pencegahan menjadi lemah. Ketiga, ada kemungkinan bahwa para guru atau tenaga pengajar takut menindak siswa yang melakukan bullying, mungkin karena alasan ekonomi, kekuasaan, atau jabatan.

“Kenapa ada ketakutan dari pihak sekolah terhadap siswa? Ini yang perlu diselidiki. Apakah karena faktor ekonomi, keuangan, atau jabatan tertentu?” jelasnya.

Terkait bentuk sanksi yang harus diterapkan, Dede Yusuf menyerahkan sepenuhnya kepada Pemerintah, namun ia menegaskan pentingnya hukuman yang memberikan efek jera. Sanksi tersebut, menurut Dede, bisa bersifat administratif atau dalam bentuk aturan khusus yang ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Dinas Pendidikan terkait. “Hukuman yang tepat bisa dalam bentuk administratif atau aturan khusus. Yang terpenting adalah adanya efek jera agar kasus-kasus bullying tidak lagi terjadi,” ujarnya.

Dede juga menyoroti pentingnya peran sekolah dalam pencegahan dan penanganan kasus bullying. Berdasarkan data dari Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), jumlah kasus bullying di sekolah meningkat pada tahun 2023, dengan total 30 kasus yang tercatat dibandingkan 21 kasus pada tahun 2022. Dari 23 kasus bullying yang dilaporkan oleh FSGI dari Januari hingga September 2023, mayoritas terjadi di tingkat SMP (50 persen), diikuti oleh SD (23 persen), SMA (13,5 persen), dan SMK (13,5 persen).

Dede menyatakan bahwa sekolah harus melakukan evaluasi terhadap sistem internal mereka, terutama dalam menangani dan mencegah perundungan. Ia menegaskan bahwa tindakan tegas harus diambil agar kasus-kasus bullying tidak dianggap sebagai budaya yang diterima atau dianggap wajar di sekolah. “Sekolah harus mengambil langkah tegas dengan mengevaluasi sistem mereka. Jangan sampai perundungan menjadi hal yang dianggap biasa dan dibiarkan,” tegas Dede.

Lebih jauh lagi, Dede Yusuf mendorong Pemerintah untuk memperbanyak program atau kegiatan bagi remaja guna mengurangi terjadinya kasus bullying di sekolah. Program-program tersebut, menurutnya, harus fokus pada pengembangan karakter, moral, dan kesadaran sosial siswa, sehingga perundungan bisa dicegah sejak dini.

Pada akhirnya, Dede Yusuf menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, sekolah, dan masyarakat dalam menangani dan mencegah perundungan. Dengan sanksi yang tegas dan kebijakan yang tepat, ia berharap kasus bullying tidak akan lagi menjadi masalah yang berulang di sekolah-sekolah Indonesia.

- Advertisement -spot_imgspot_img
Berita Terbaru
- Advertisement -spot_img
Berita Lainnya
Rekomendasi Untuk Anda
- Advertisement -spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini