Oleh: Rahmat Thayib Chaniago, penggiat Demokrasi Kerakyatan
Perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina, pandemi Covid-19, hingga perang Rusia-Ukraini membuat dunia gonjang-ganjing. Ketiganya melahirkan ancaman krisis energi, krisis pangan dan krisis keuangan global yang turut menghantam Indonesia.
Dampaknya makin parah akibat perekonomian nasional yang rapuh, dan pembangunan fisik yang ugal-ugalan dan banyak ditopang utang luar negeri. BUMN-BUMN bleeding. Sementara program-program pro rakyat makin berkurang, baik dari sisi anggaran, keluasan penerima manfaat, hingga efektifitas program.
Indonesia sedang tidak baik-baik saja!
Kondisi ini membuat pemimpin nasional ke depan bukan hanya mesti paham 1001 urusan domestik, tetapi juga pentingnya diplomasi internasional. Tentu saja urusannya tidak sesederhana fasih bercas-cis-cus bahasa Inggris.
Meskipun kemampuan ini penting untuk meredam bullying media massa internasional, dan memupuk citra Indonesia di luar negeri. Ambil contoh pidato Soekarno, Habibie, Gus Dur dan SBY yang memukau dunia bukan karena sebatas isinya, tetapi karena penyampaian mereka yang ciamik.
Makanya, capres-cawapres ke depan mesti dapat memahami masalah dan tantangan Indonesia di dunia internasional serta kontestasi global. Selain itu, mereka juga mesti memiliki jaringan yang kuat dan luas di dunia internasional.
Hari ini, AHY merupakan kandidat capres-cawapres yang memiliki modal diplomasi internasional yang mumpuni. AHY memiliki kontribusi nyata dalam menjaga perdamaian, stabilitas, dan upaya menanggulangi potensi krisis di tingkat global. Termasuk mendorong kontribusi kalangan milenial secara global.
Misalnya, baru-baru ini AHY berdiskusi dengan sejumlah pemimpin politik dan pemerintah Australia atas undangan resmi pemerintah Australia. Atau ketika AHY, sebagai direktur eksekutif The Yudhoyono Institute, menjadi co-host forum Club de Madrid yang beranggotakan mantan kepala negara dunia. Sebelumnya, AHY menjadi pembicara  Junior Chamber International (JCI) Asia Pacific Conference di Mongolia.
AHY juga kerap berdiskusi dengan duta besar dan politisi dari banyak negara sahabat. Mulai dari seantero Asia Tenggara, India, Ukraina, Jerman hingga Amerika Serikat. Bersama mereka, AHY banyak bertukar pikiran tentang pembangunan demokrasi dan hubungan bilateral antar negara.
Jaringan internasional AHY yang kuat dan luas tidak bisa dipisahkan dari pengalaman AHY bergulat di negeri orang. AHY sempat mukim di Kansas Amerika Serikat sewaktu SBY tugas belajar di sana pada 1988-1991.
Dilanjutkan dengan studi di Harvard University dan Webster University, Amerika Serikat, dan Universitas Teknologi Nanyang Singapura. Termasuk keterlibatan AHY dalam misi perdamaian PBB di Libanon.
Tentunya, kekuatan dan keluasan jaringan internasional yang dimiliki AHY akan sangat berfaedah untuk menggolkan kepentingan Indonesia, terutama untuk kemajuan dalam negeri, dalam forum-forum dunia.
Oleh: Rahmat Thayib Chaniago, penggiat Demokrasi Kerakyatan