TajukNasional Pengamat politik dari KRA Group, Ahmad Fedullah, menilai bahwa Presiden Prabowo Subianto harus berani memecat menteri yang berkinerja buruk demi kepentingan masyarakat dan negara.
Ia melihat momentum 100 hari kerja sebagai waktu yang tepat untuk melakukan reshuffle kabinet.
“Prabowo harus menunjukkan ke publik bahwa dirinya tidak main-main untuk memecat menterinya yang bermasalah. Prabowo tentu ingin pemerintahannya berjalan dengan lancar dan tidak gaduh terus-menerus,” ujar Fedullah, Jumat (7/2).
Fedullah juga menafsirkan pernyataan Prabowo saat Harlah NU yang menyinggung perombakan kabinet sebagai sinyal kuat untuk melakukan reshuffle.
Ia mengaitkannya dengan kebijakan Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, yang melarang pengecer menjual gas LPG 3 kg dan memicu kegaduhan publik.
Senada dengan itu, Agung dari Trias Politika Strategis menilai pernyataan Prabowo sebagai bentuk peringatan dan kekecewaan terhadap beberapa menterinya.
Ia mengaitkannya dengan berbagai masalah, seperti kelangkaan LPG dan isu kenaikan PPN awal tahun ini.
“Sampai keluar kata ‘dablek’ itu kan menarik. Pak Prabowo ini orangnya blak-blakan, apa yang dirasakan, itu yang diucapkan,” katanya.
Menurut Agung, reshuffle perlu dilakukan karena menteri berkinerja buruk akan menjadi beban negara dan merusak citra politik Prabowo ke depan.
Namun, ia juga mengakui bahwa keputusan reshuffle tidak bisa berdiri sendiri karena harus mempertimbangkan dinamika politik dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM).
Ia menyebut bahwa reshuffle sering dilakukan berdasarkan tiga alasan: politik, yuridis, dan teknokratis.
Agung menyarankan Prabowo agar lebih mengutamakan aspek teknokratis, dengan bobot 60 persen dibanding politik dan yuridis masing-masing 20 persen.
“Kalau Prabowo ingin memuaskan publik, pertimbangan teknokratis harus dominan dibanding politis. Menteri yang tidak perform langsung diganti tanpa mempertimbangkan faktor politik,” katanya.
Agung juga menilai bahwa jika sulit mengganti menteri dari partai politik, pergeseran posisi bisa menjadi solusi.
Ia mencontohkan kemungkinan Bahlil Lahadalia di ESDM digantikan oleh Agus Gumiwang atau Airlangga Hartarto dari Golkar, sehingga tetap menjaga keseimbangan koalisi.
Dengan kondisi politik yang sudah stabil di atas 80 persen di parlemen, Agung menilai sudah waktunya Prabowo lebih mengutamakan kepentingan rakyat dalam kebijakan reshuffle kabinetnya.