Kasus ini berawal dari kontrak antara Kemhan dan Navayo International AG pada 1 Juli 2016. Nilai kontrak awal sebesar USD 34.194.300, yang kemudian disesuaikan menjadi USD 29.900.000. Namun, menurut Kejagung, penandatanganan dilakukan tanpa ketersediaan anggaran yang sah, dan proses pemilihan mitra tidak dilakukan melalui mekanisme lelang sebagaimana diatur dalam ketentuan pengadaan barang dan jasa pemerintah.
“Penunjukan perusahaan Navayo dilakukan secara langsung, tanpa proses lelang dan tanpa ada dana yang tersedia saat kontrak diteken,” tegas Brigjen Andi Suci.
Kasus ini ditangani dengan pendekatan penyidikan koneksitas, karena melibatkan unsur sipil dan militer dalam satu tindak pidana. Kejagung akan mendalami lebih lanjut aliran dana dan potensi kerugian negara dari proyek ini.