TajukPolitik – Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjend) Partai Demokrat, Jansen Sitindaon angkat suara soal Demokrat sebagai partai penguasa yang disebut tak netral di Pilpres 2014.
Ia menegaskan, Demokrat bukan partai pengusung Prabowo Subianto di Pilpres 2014 silam.
Hal ini, kata dia, sesuai dengan dokumen para komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.
“Sesuai Dokumen KPU di bawah yang ditandatangani para komisioner: Pilpres 2014 lalu kami @PDemokrat bukan Partai pengusul dan/atau pengusung Prabowo-Hatta. Dapat dilihat tidak ada gambar Demokrat di dokumen,” ucapnya, dalam keterangannya di akun twitter pribadinya., Rabu (10/5/2023).
Diketahui, pada pilpres 2014, Prabowo berpasangan dengan Hatta Rajasa dengan nomor urut satu, didukung oleh Gerindra, Golkar, PAN, PPP, PKS, dan PBB.
Sedangkan paslon kedua, Joko Widodo dan Jusuf Kalla diusul PDIP, NasDem, PKB, dan Hanura.
Menurutnya, pada pilpres 2014 lalu, belum ada regulasi yang mengatur terkait sanksi Parpol tidak boleh ikut di Pilpres berikutnya jika tidak mengusung salah satu kandidat.
“Pada waktu itu belum ada aturan jika tidak ikut, Pilpres berikutnya akan kena ‘sanksi’ tidak boleh ngusung. Norma itu baru ada di Pilpres 2019,” tuturnya.
Dalam Undang-undang Pemilu, partai yang tidak mengusung capres dan cawapres di Pilpres 2019 akan dilarang mengikuti Pemilu 2024.
Sanksi itu berlaku bagi parpol yang memenuhi syarat mengajukan capres dan cawapres.
Untuk mengusung paslon capres dan cawapres, parpol minimal harus memiliki dukungan 20 kursi parlemen atau 25 persen suara sah Pemilu 2014.
Dia mencoba mengklasifikasi pernyataan mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy atau Romy. “Jadi ngaco itu omongan Romy,” tambahnya.
Pria kelahiran Sumatera Utara ini mengenang saat Mantan Ketua Umum Partai Demokrat yang sekaligus Presiden periode 2004-2014, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengundang kedua kandidat yakni Prabowo dan Joko Widodo (Jokowi).
“Setelah itu kedua kandidat Capres (Jokowi Prabowo) sama-sama diundang pak SBY,” ucapnya.
Sikap Demokrat saat itu, kata dia, tak ingin mendukung ke kandidat manapun. Sehingga kader dibebaskan mendukung siapa pun secara personal.
Karena sikap Partai secara resmi netral apalagi sikap Pak SBY, untuk itu kami yang ketika itu sudah jadi Kader dan pengurus Demokrat, dibebaskan untuk mendukung/memilih siapapun. Bisa pak Prabowo bisa juga pak Jokowi. Dan tidak kena sanksi. Banyak teman-teman ketika itu yang ke Prabowo, namun tidak sedikit juga yang ke pak Jokowi. Melihat daerahnya,” tandas alumni Universitas Airlangga ini.