Jumat, 18 April, 2025

Faisal Basri Sebut Ekspor Batu Bara Capai 850 Triliun, Tapi Pemerintah Tidak Mendapat Keuntungan

TajukPolitik – Ekonom Senior dari Universitas Indonesia sekaligus pendiri Indef, Faisal Basri mencatat nilai ekspor batu bara mencapai Rp 850 triliun. Tetapi, pemerintah tidak mendapatkan keuntungan dari besarnya nilai ekspor tersebut.

Sebab menurutnya, pemerintah tak mengambil pajak ekspor batu bara, sehingga tidak ada windfall profit yang diterima.

Kondisi ini membuat celah korupsi terbuka semakin lebar. Pengusaha, kata dia, tinggal menyetor uang misal Rp 100 triliun kepada partai politik untuk Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

“Jadi begitu dikasih Rp 100 triliun untuk Pilpres 2024 selesai, dia lah yang menentukan calon presidennya,” tutur Faisal. Dengan demikian, siapapun pemimpin Indonesia akan tunduk pada pihak oligarki.

Lebih lanjut, ia mengungkapkan salah satu tuntutan reformasi adalah penguatan otonomi daerah. Karena dulu sebelumnya kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa sangat besar. Setelah 25 tahun reformasi, menurutnya, Jawa pun masih mendominasi. Bahkan ia menilai lebih buruk dibandingkan sebelum reformasi.

Namun, ia menilai ketimpangannya bukan lagi berdasarkan etnisitas tetapi direpresentasikan oleh jumlah kaya dan miskin yang luar biasa. Dia menyebut 1 persen orang kaya itu saat ini menguasai 40 persen kekayaan nasional. Atau 10 persen orang kaya menguasai 75 persen kekayaan nasional.

Berdasarkan catatannya, di tengah pandemi Covid-19 pun jumlah orang kaya di Indonesia naik dari 116 juta menjadi 172 juta. Kemudian jika dilihat dari penguasaan aset deposit di bank, ia berujar deposit dengan rekening di bawah Rp 100 juta mencapai 99 persen. Sementara itu, yang jumlahnya di atas Rp 5 miliar 0,03 persen tetapi nilainya naik dari 40 persen menjadi lebih dari 50 persen sekarang.

“Jadi ketimpangannya sekarang ini dahsyat sekali,” tutur Faisal.

Selanjutnya, yang menjadi sorotan Faisal adalah penyaluran kredit bank. Sebelum reformasi, Bank menyalurkan kredit hingga 60 persen. Sedangkan sekarang bank menyalurkan kredit sekarang cuma 40 persen dari PDB. Padahal, kata dia, kredit adalah darah bagi pertumbuhan ekonomi. Lantas, pertumbuhan ekonomi kini terus menurun.

Industrialisasi juga ia nilai terus merosot. Faisal menyebut sektor Industri RI turun dari 31 persen pada 2022 menjadi 18,3 persen dari produk domestik bruto (PDB). Peranan teknologi dalam total ekspor pada sebelum reformasi mencapai 12 persen, sekarang pun turun menjadi 8 persen.

“Karena yang diekspor tinggal keruk-jual, petik-jual. Konglomerat etnis Tionghoa dulu masih pake otak. Kalau ini olgiarkinya enggak pakai otak dia. Ini lah yang makin lama makin berbahaya,” ujarnya.

Ditambah angka harapan hidup yang terus menurun. Faisal membeberkan angka harapan hidup Indonesia di Asean adalah yang terendah kedua setelah Myanmar. Kondisi ini, menurutnya, telah menjadi bukti bahwa pembangunan belum berhasil.

Sebab pencapaian pembangunan, tutur Faisal, seharusnya terlitah besarnya angka harapan hidup dan menurunnya angka kematian. Sementara di Indonesia angka harapan hidup turun sekarang menjadi 67 tahun dari sebelumnya pada 2019 yaitu 70 tahun.

“Kita ini mengalami kemunduran,” ucapnya.

- Advertisement -spot_imgspot_img
Berita Terbaru
- Advertisement -spot_img
Berita Lainnya
Rekomendasi Untuk Anda
- Advertisement -spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini