TajukNasional Komisi VI DPR RI menegaskan perlunya penyelesaian cepat dan transparan atas kewajiban PT Istaka Karya (Persero) terhadap kontraktor dan vendor yang belum menerima pembayaran setelah perusahaan tersebut dinyatakan pailit. Komisi VI mendesak solusi konkret untuk mencegah hilangnya sisa aset perusahaan.
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Andre Rosiade, menekankan pentingnya pembahasan mendalam dengan pihak terkait. “Saya minta sekretariat Komisi VI mengundang Perusahaan Pengelola Aset (PPA) dan kurator. Kita perlu mencari solusi terbaik secepatnya,” ujar Andre dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan perwakilan vendor dan kontraktor PT Istaka Karya di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin (24/2/2025).
Andre juga mengusulkan pertemuan lanjutan dalam skala yang lebih kecil, dijadwalkan pada Rabu mendatang, agar polemik ini tidak berlarut-larut. Ia menekankan bahwa penyelesaian ini harus dilakukan dengan cepat untuk menghindari kerugian lebih lanjut.
Wakil Ketua Komisi VI lainnya, Adisatrya Suryo Sulisto, menyoroti pentingnya penyajian data rinci terkait proyek-proyek yang telah selesai dan kemungkinan adanya indikasi korupsi dalam kasus ini. “Kami butuh data lengkap agar bisa mendalami kasus ini lebih jauh. Berikan semua dokumen yang relevan kepada Komisi VI,” tegas politisi Fraksi PDI-Perjuangan tersebut.
Adisatrya juga meminta kelengkapan dokumen berita acara serah terima (BAST) proyek untuk memastikan tidak ada penghindaran tanggung jawab dari PT Istaka Karya. Menurutnya, selama lebih dari satu dekade, utang perusahaan kepada vendor dan kontraktor tetap tak tertagih, sehingga pengawasan dan kejelasan data menjadi sangat krusial.
Komisi VI berjanji akan mengawal kasus ini hingga solusi nyata tercapai. Dengan mempercepat diskusi bersama pihak terkait, diharapkan penyelesaian bisa segera terwujud tanpa kehilangan sisa aset yang ada.
Sebagai informasi, kepailitan PT Istaka Karya telah menjadi sorotan publik, terutama setelah Menteri BUMN Erick Thohir menyebut perusahaan ini sebagai “BUMN hantu”. Meski demikian, Serikat Pekerja Istaka Karya membantah klaim tersebut, menyatakan bahwa perusahaan masih beroperasi.
Hingga kini, utang PT Istaka Karya tercatat mencapai Rp1,08 triliun, jauh melebihi total aset yang hanya sebesar Rp514 miliar. Kondisi ini mendorong pengadilan membatalkan Perjanjian Perdamaian (homologasi) melalui putusan No. 26/Pdt.Sus-Pembatalan Perdamaian/2022/PN Niaga Jkt.Pst pada 12 Juli 2022.