TajukPolitik – Kejaksaan Agung (Kejagung) menduga, kerugian keuangan negara dalam kasus korupsi penyewaan pesawat ATR 72-600 di PT. Garuda Indonesia sebesar Rp 8,8 triliun.
Hal ini diketahui setelah Korps Adhyaksa menerima hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
“Hari ini kami mendapat penyerahan hasil audit pemeriksaan kerugian negara PT Garuda Indonesia senilai Rp 8,8 triliun,” kata Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin di Kompleks Kejagung, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (27/6).
Dalam kesempatan ini, Kejagung juga menetapkan dua tersangka baru yakni mantan Direktur Utama PT. Garuda Indonesia Emirsyah Satar dan mantan Direktur Utama PT Mugi Rekso Abadi Soetikno Soedarjo. Kini, total sudah lima orang tersangka yang terseret dalam kasus ini.
Ketiga tersangka lain yang sebelumnya sudah terjerat yakni, Anggota Tim Pengadaan Pesawat ATR 72-600 Agus Wahjudo dan Setijo Awibowo, serta VP Treasure Management 2005-2012 Albert Burhan.
“Kami menetapkan tersangka baru, sejak Senin 27 Juni 2022 hasil ekspose menetapkan dua tersangka baru, ES selaku Direktur Utama PT Garuda Indonesia, yang kedua adalah SS selaku Direktur Utama PT Mugi Rekso Abadi,” ungkap Burhanuddin.
Kedua orang tersangka ini disangkakan melanggar pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 3 juncto pasal 18 undang-undang tindak pidana korupsi.
Namun, kedua tersangka tersebut tidak dilakukan penahanan, karena sedang menjalani pidana atas kasus PT Garuda Indonesia yang ditangani KPK.
Burhanuddin menegaskan, perkara yang saat ini diusut pihaknya berbeda dengan yang pernah ditangani KPK.
Dia mengungkapkan, lembaga antirasuah hanya menangani soal penyuapan terkait pesawat Airbus S.A.S (Airbus), Roll-Royce Plc dan Avions de Transport Regional (ATR) melalui intermediary Connaught International Pte Ltd (Connaught International).
“Jadi untuk kasus ES ini tentunya adalah dalam rangka zaman direksi dia, ini kan terjadinya pada waktu itu, ini pertanggungan jawab atas pelaksanaan kerja selama dia menjabat sebagai direktur karena yang di KPK adalah sebatas mengenai suap,” tegas Burhanuddin.
Burhanudin pun menegaskan, kasus dugaan korupsi yang menjerat Garuda Indonesia saat ini berkaitan dengan pengadaan dan kontrak-kontrak yang terjadi pada era kepemimpinan Emirsyah Satar.
Oleh karena itu, Burhanudin memastikan tidak ada asas ne bis in idem dalam kasus yang ditangani Kejagung dan KPK.
“Ini mulai dari pengadaannya dan tentunya tentang kontrak-kontrak yang ada, itu yang minta pertanggung jawab, yang pasti bukan ni bes in idem,” pungkas Burhanuddin.