TajukNasional Rencana pemerintah untuk menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% menuai perdebatan, dengan sebagian pihak mendukung dan lainnya menentang kebijakan tersebut. Salah satu pendukung kebijakan ini adalah Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Muhammad Lokot Nasution, yang mendukung kenaikan PPN untuk barang-barang mewah.
Namun, Lokot dengan tegas menentang jika kebijakan ini diterapkan pada sembilan bahan pokok (sembako) dan barang-barang serta jasa yang menjadi kebutuhan dasar masyarakat, seperti layanan kesehatan, pendidikan, dan jasa sosial lainnya. Ia menegaskan bahwa kebijakan ini harus membedakan antara barang mewah dan kebutuhan pokok, untuk menghindari beban tambahan bagi masyarakat.
“Kami dari Fraksi Demokrat mendukung kenaikan PPN, tetapi tidak untuk barang kebutuhan pokok. Kenaikan PPN seharusnya hanya dikenakan pada barang-barang mewah, agar tidak membebani rakyat,” ujar Lokot, Anggota DPR RI dari Dapil Sumut 1, dalam keterangan resminya.
Selain itu, Lokot juga menekankan pentingnya perlindungan terhadap sektor usaha, terutama Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), serta industri padat karya, untuk menghindari dampak negatif bagi perekonomian masyarakat. “Fraksi Demokrat akan terus mengawal skema stimulus ekonomi pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat dan pengembangan UMKM serta penguatan industri padat karya,” tambahnya.
Kebijakan kenaikan PPN 12 persen ini merupakan bagian dari Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang telah disepakati dalam Rapat Paripurna DPR RI pada 7 Oktober 2021, termasuk mendapat persetujuan dari Fraksi Partai Demokrat. Lokot juga mengingatkan bahwa proses pembahasan UU ini dipimpin oleh Ketua Panja dari PDI-P, Dolfie Othniel Frederic, dan disahkan oleh Ketua DPR RI saat itu, Puan Maharani, yang juga berasal dari PDI-P.
Menanggapi isu yang berkembang di masyarakat terkait kebijakan ini, Lokot mengimbau agar tidak ada pihak yang menggiring opini untuk menyudutkan pemerintahan Prabowo. “Isu yang beredar seakan-akan kenaikan PPN 12 persen ini adalah produk pemerintahan Prabowo, padahal UU ini disahkan dalam rapat paripurna DPR RI yang dipimpin oleh anggota Fraksi PDI-P. Mari kita kawal kebijakan ini demi kemajuan bangsa dan negara,” tutup Lokot.