Tajuk Politik – Sekretaris Bakomstra DPP Partai Demokrat, Hendri Teja, mempertanyakan data pemerintah terkait pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal. Pasalnya, data pemerintah memiliki selisih yang sangat jauh ketimbang data BPJS Ketenagakerjaan.
Hendri Teja merujuk pada pengakuan Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Anton J Supit yang mengatakan data BPJS Ketenagakerjaan menunjukkan pekerja yang mengalami PHK mencapai 919 ribu orang sepanjang Januari-November 2022. Sedangkan pemerintah mencatat PHK baru mencapai 10 ribu pekerja.
Menurut Hendri Teja, selisih data yang sangat besar berpotensi membuat pemerintah bias membaca situasi sehingga kebijakan-kebijakan pemerintah menjadi tidak tepat sasaran.
“Bagaimana kebijakan pemerintah pemerintah bisa tepat sasaran kalau selisih data saja sudah 900 ribuan?” ungkap Hendri Teja, melalui unggahan akun medsos Twitter-nya, @hendriteja, Rabu (21/12).
Hendri Teja kemudian meminta pemerintah untuk tidak menggampangkan persoalan data PHK massal ini. Tersebab, korban PHK adalah warga negara Indonesia yang patut mendapat perlindungan dari negara.
“Korban PHK itu manusia, warga negara Indonesia, bukan batu bata buat bikin IKN atau stasiun Kereta Cepat. Mereka berhak mendapatkan perlindungan dari negara,” tegasnya.
Sebelumnya Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo, Anton J Supit menjelaskan data PHK mencapai 919 ribu orang milik BPJS Ketenagakerjaan dilihat dari pekerja yang mencairkan jaminan hari tua (JHT) dengan alasan PHK. Sedangkan total pekerja yang mencairkan dana JHT secara keseluruhan mencapai 2,7 juta orang dengan berbagai alasan.
Anton mengatakan data PHK tersebut adalah yang paling minimal karena tidak semua pekerja yang terkena PHK mencairkan dana JHT. Ada juga pekerja terkena PHK yang tidak menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.