Selasa, 23 Desember, 2025

Jelang Pemilu Myanmar, Junta Militer Ingatkan Warga Tak Golput

TAJUKNASIONAL.COM Panglima militer sekaligus pemimpin junta Myanmar, Min Aung Hlaing, mengeluarkan peringatan keras kepada masyarakat jelang pemilihan umum (Pemilu) yang akan digelar dalam waktu dekat.

Ia menegaskan bahwa menolak berpartisipasi dalam pemilu sama artinya dengan menolak kemajuan demokrasi di Myanmar.

Pernyataan tersebut disampaikan Hlaing saat bertemu perwira militer dan keluarga mereka di Magwe pada Sabtu.

Dalam kesempatan itu, ia mendorong warga agar menggunakan hak pilihnya dalam pemilu yang dijadwalkan berlangsung secara bertahap.

“(Menolak memilih sama dengan) menolak kemajuan demokrasi,” kata Min Aung Hlaing, dikutip media lokal The Irrawaddy.

Baca Juga: Bertemu KASAD Jenderal Maruli Simanjuntak, AHY Bahas Persoalan Tanah TNI AD

Pemungutan suara di Myanmar direncanakan berlangsung dalam tiga tahap, yakni pada 28 Desember, 11 Januari, dan Februari mendatang. Pemilu ini menjadi yang pertama digelar sejak junta militer menggulingkan pemerintahan sipil yang sah pada Februari 2021.

Namun, pemilu tersebut menuai sorotan tajam dari dalam dan luar negeri. Banyak pihak menilai pemilu ini hanya bersifat formalitas untuk melegitimasi kekuasaan junta, mengingat tokoh-tokoh utama pemerintahan sebelumnya masih dipenjara.

Presiden Myanmar yang sah, U Win Myint, Penasihat Negara Daw Aung San Suu Kyi, serta sejumlah mantan menteri hingga kini masih ditahan di berbagai penjara, termasuk di Naypyitaw, Yangon, Mandalay, dan Taungoo.

Bahkan, beberapa pejabat yang ditangkap dilaporkan meninggal dunia selama masa penahanan.

Meski undang-undang pemilu Myanmar tidak mensyaratkan ambang batas partisipasi pemilih, junta militer disebut sangat berkepentingan menunjukkan kepada dunia internasional bahwa pemilu tersebut diikuti oleh masyarakat luas. Hal inilah yang mendorong Min Aung Hlaing dan jajaran militer terus menggalang dukungan publik.

Sejak kudeta 2021, penolakan terhadap kekuasaan junta terus berlangsung di berbagai wilayah Myanmar.

Aksi protes sipil yang meluas kemudian direspons dengan tindakan represif oleh militer. Konflik berkepanjangan antara pasukan junta dan kelompok perlawanan bersenjata menyebabkan situasi keamanan memburuk.

Baca Juga: Lagi, Indonesia Kirim Bantuan Kemanusiaan kepada Korban Gempa di Myanmar Kamis Lusa

Berbagai laporan menyebutkan bahwa puluhan ribu orang telah meninggal dunia sejak kudeta terjadi, sementara jutaan warga lainnya terpaksa mengungsi akibat konflik bersenjata dan operasi militer di sejumlah daerah.

Kondisi tersebut membuat sebagian besar warga Myanmar skeptis terhadap pemilu yang akan digelar. Banyak pihak menilai, tanpa pembebasan tahanan politik dan jaminan kebebasan berpendapat, pemilu sulit disebut demokratis.

- Advertisement -spot_imgspot_img
Berita Terbaru
- Advertisement -spot_img
Berita Lainnya
Rekomendasi Untuk Anda
- Advertisement -spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini