TajukNasional Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi, menegaskan bahwa jejak digital menunjukkan PDIP sebagai dalang di balik revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pernyataan ini merespons tuduhan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, yang menyebut Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi), melemahkan KPK demi melindungi putranya, Gibran Rakabuming Raka, dan menantunya, Bobby Nasution.
“Hasto sepertinya menganggap masyarakat Indonesia semuanya bodoh. Padahal jejak digital jelas PDIP mengakui sebagai dalang dan ngotot mendukung revisi UU KPK. Sedangkan Jokowi pada awalnya berada pada posisi menolak,” ujar Haidar dalam keterangannya, Selasa (25/2).
Haidar menyoroti bahwa pada Oktober 2015, politikus PDIP Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul mengakui bahwa revisi UU KPK adalah instruksi pimpinan partainya yang harus dipatuhi.
Hal serupa diungkapkan politikus PDIP Arteria Dahlan, yang menyatakan PDIP bukan hanya menandatangani inisiasi revisi, tetapi juga mendukungnya secara penuh.
Sementara itu, Kepala Staf Presiden (KSP) Teten Masduki pernah menegaskan bahwa Jokowi menolak revisi UU KPK, kecuali jika bertujuan untuk memperkuat lembaga antikorupsi tersebut.
Namun, politikus PDIP Masinton Pasaribu kala itu menyatakan partainya akan terus mendorong revisi hingga pemerintahan Jokowi siap menerimanya.
“Tahun 2015 PDIP sudah ngotot merevisi UU KPK meski belum terwujud. Sementara Gibran dan Bobby dicalonkan di Pilkada itu tahun 2020,” ujar Haidar.
Ia juga menegaskan bahwa pada 2019, ketika revisi UU KPK akhirnya disahkan, PDIP bersama Golkar, PKB, Nasdem, dan PPP yang mengusulkan revisi ke Badan Legislasi (Baleg) DPR, tanpa melibatkan pemerintahan Jokowi.
“Pernyataan politikus PDIP sendiri sudah membantah tuduhan Hasto bahwa Jokowi mendalangi revisi UU KPK untuk kepentingan keluarganya,” pungkas Haidar.