Di tengah berbagai manuver kepentingan politik dan birokrasi yang gemar menghambur-hamburkan uang negara, Presiden Prabowo Subianto berdiri tegak sebagai pemimpin yang berani mengatakan cukup! Kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkannya bukan sekadar wacana, melainkan revolusi nyata dalam tata kelola keuangan negara.
Dalam pidatonya di Kongres Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) ke-18 di Surabaya, Prabowo menegaskan bahwa kebijakan penghematan ini bukan tanpa alasan. Selama ini, banyak pengeluaran yang hanya menjadi dalih untuk korupsi.
Kini, Prabowo memutuskan untuk menghentikan kebocoran keuangan yang merugikan rakyat.
“Saya ingin pengeluaran-pengeluaran mubazir dan alasan untuk nyolong dihentikan!” serunya dengan penuh ketegasan.
Lalu, ke mana uang yang berhasil dihemat? Bukan untuk memperkaya segelintir elit, melainkan untuk program makan bergizi gratis bagi anak-anak Indonesia dan perbaikan 330.000 sekolah yang selama ini dibiarkan dalam kondisi mengenaskan.
Sayangnya, anggaran untuk renovasi sekolah baru mencukupi 20.000 sekolah per tahun.
Jika tidak ada perubahan, butuh puluhan tahun untuk menyelesaikan semuanya. Inilah mengapa Prabowo dengan tegas memangkas perjalanan dinas yang tidak perlu.
“Kalau tidak ada tugas negara, tidak perlu jalan-jalan ke luar negeri! Mau jalan-jalan? Pakai uang sendiri!” tegasnya.
Prabowo juga menyindir budaya studi banding yang kerap menjadi ajang plesiran. “Mau belajar cara mengentaskan kemiskinan, kok studi banding ke Australia, negara kaya? Apa gunanya?” tanyanya tajam.
Kebijakan efisiensi ini adalah gebrakan besar. Ini bukan sekadar janji kampanye, tetapi langkah konkret untuk memastikan bahwa uang negara kembali kepada rakyat.
Indonesia butuh pemimpin seperti Prabowo—tegas, berani, dan berpihak kepada rakyat!
Oleh Dede Prandana Putra (Pemerhati Sosial-Politik)
