Kamis, 6 Februari, 2025

Komisi II Siap Gandeng Kemendagri Bahas Revisi UU Pemilu Pasca Putusan MK

TajukNasional Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, menyatakan kesiapan pihaknya untuk bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam menyusun draf dan naskah akademik revisi Undang-Undang Pemilu. Hal ini menjadi penting menyusul putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024, yang menghapus ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden.

“RUU Pemilu ini sudah masuk Prolegnas Prioritas 2025 sebagai inisiatif DPR. Meski demikian, kami mendengar bahwa Kemendagri juga tengah menyusun draf RUU dan naskah akademiknya. Kami siap berkolaborasi untuk memastikan revisi ini menghadirkan sistem politik dan demokrasi yang lebih baik,” ujar Rifqy dalam keterangannya di Jakarta, Senin (6/1/2024).

Terkait alat kelengkapan Dewan (AKD) yang akan membahas RUU Pemilu, Rifqy menegaskan bahwa keputusan tersebut belum ditentukan. Bahkan, wacana penggabungan pembahasan RUU Pemilu, RUU Pilkada, dan RUU Partai Politik ke dalam satu RUU Omnibus Law Politik juga masih dalam tahap diskusi.

“Keputusan pembahasan ini akan diputuskan melalui rapat Badan Musyawarah DPR. Secara konvensional, pembahasan RUU sektoral biasanya diberikan kepada komisi terkait, dalam hal ini Komisi II, bukan Baleg DPR,” jelas politisi Fraksi Partai NasDem tersebut.

Rifqy juga menyoroti pentingnya constitutional engineering, atau rekayasa konstitusional, seperti yang diamanatkan oleh MK dalam putusannya. MK mengusulkan lima indikator yang harus diperhatikan dalam menyusun revisi UU Pemilu:

  1. Semua partai politik peserta pemilu berhak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
  2. Pengusulan pasangan calon tidak didasarkan pada persentase jumlah kursi di DPR atau perolehan suara nasional.
  3. Gabungan partai politik dalam mencalonkan presiden dan wakil presiden tidak boleh menyebabkan dominasi sehingga tetap tersedia banyak pilihan calon.
  4. Partai politik yang tidak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden akan dikenakan sanksi larangan mengikuti pemilu berikutnya.
  5. Revisi UU Pemilu harus melibatkan partisipasi publik yang bermakna, termasuk dari partai politik yang tidak memiliki kursi di DPR.

“Putusan ini bertujuan untuk menjaga kualitas demokrasi kita agar tidak terjadi liberalisasi demokrasi presidensial. Bagaimana bentuk teknisnya nanti, akan kita bahas lebih lanjut di Komisi II,” tambahnya.

Dengan adanya putusan MK dan agenda revisi UU Pemilu, Rifqy berharap sistem politik di Indonesia dapat lebih inklusif dan demokratis. “Kami di Komisi II berkomitmen untuk memastikan proses ini berjalan dengan partisipasi yang luas, transparan, dan menghasilkan regulasi yang berdampak positif bagi sistem demokrasi di Indonesia,” tutupnya.

- Advertisement -spot_imgspot_img
Berita Terbaru
- Advertisement -spot_img
Berita Lainnya
Rekomendasi Untuk Anda
- Advertisement -spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini