Jumat, 21 November, 2025

Komdigi Panggil TikTok dan Meta: Tegas Lawan Disinformasi Demo 25 Agustus 2025

Komdigi Panggil TikTok dan Meta: Tegas Lawan Disinformasi Demo 25 Agustus 2025

Demo besar yang berlangsung di depan gedung DPR pada 25 Agustus 2025 menjadi sorotan publik. Ribuan massa turun ke jalan menyuarakan aspirasi, namun situasi berubah ricuh setelah berbagai konten provokatif dan hoaks beredar luas di media sosial.

Dua platform besar, TikTok dan Meta (Facebook serta Instagram), disebut-sebut menjadi jalur utama penyebaran konten tersebut. Video potongan yang menyesatkan, narasi fitnah, hingga ajakan kebencian tersebar dengan cepat, memicu emosi massa di lapangan.

Melihat dampak serius dari peredaran konten digital ini, Komisi Digital (Komdigi) merasa perlu memanggil TikTok dan Meta untuk dimintai penjelasan sekaligus mendorong mereka mengambil langkah konkret dalam menekan penyebaran disinformasi.

Peran Strategis Komdigi dalam Menangani Disinformasi Digital

Sebagai lembaga baru yang fokus pada ekosistem digital, Komdigi memiliki mandat penting untuk:

  • Menjaga kesehatan ruang publik digital.

  • Mengawasi platform besar agar lebih bertanggung jawab.

  • Meningkatkan literasi digital masyarakat.

Komdigi menegaskan, pemanggilan TikTok dan Meta bukan untuk membatasi kebebasan berekspresi. Justru, langkah ini bertujuan melindungi demokrasi Indonesia dari kerusakan akibat disinformasi yang bisa mengadu domba masyarakat.

Pernyataan Resmi Angga Raka Prabowo

Wakil Menteri Komdigi, Angga Raka Prabowo, menyampaikan sikap tegas pemerintah:

“Platform digital harus bisa otomatis mendeteksi dan menindak konten berbahaya. Kalau dibiarkan, disinformasi bisa merusak sendi-sendi demokrasi kita.”

Pernyataan ini menegaskan bahwa pemerintah tidak bisa lagi membiarkan platform besar hanya bertindak pasif. Harus ada sistem otomatis dan tegas yang mampu menyaring konten berbahaya sejak dini.

Alasan Komdigi Panggil TikTok dan Meta

Ada beberapa alasan utama pemanggilan ini, di antaranya:

  1. Konten Provokatif Viral
    Banyak video berisi narasi menyesatkan yang terbukti memicu kemarahan massa.

  2. Lemahnya Sistem Moderasi
    Algoritma dan tim moderasi dianggap tidak cukup cepat menyaring konten berbahaya.

  3. Tuntutan Deteksi Otomatis
    Pemerintah mengharapkan platform raksasa ini mengembangkan sistem yang lebih proaktif dalam mendeteksi hoaks, fitnah, dan ujaran kebencian.

Tantangan Penanganan Disinformasi di Era Digital

Disinformasi bukan hal baru, tetapi di era digital, tantangannya semakin besar:

  • Cepat viral – Informasi palsu bisa menyebar dalam hitungan menit.

  • Sulit dibendung – Sekali viral, sulit menghentikan penyebaran meskipun sudah diklarifikasi.

  • Keterbatasan regulasi – Aturan hukum sering tertinggal dari perkembangan teknologi.

Hal ini membuat pemerintah dan platform digital harus bekerja sama lebih erat agar ekosistem digital tetap sehat.

Tanggung Jawab Platform Media Sosial

TikTok dan Meta bukan sekadar penyedia layanan hiburan. Mereka memiliki tanggung jawab moral dan sosial untuk menjaga ruang publik digital tetap aman.

  • Mereka harus meningkatkan moderasi konten di Indonesia.

  • Lebih transparan dalam menjelaskan cara kerja algoritma.

  • Menjalin kerja sama erat dengan pemerintah agar penyebaran konten berbahaya bisa ditekan.

Dampak Disinformasi terhadap Stabilitas Sosial dan Politik

Disinformasi memiliki efek domino yang berbahaya:

  • Politisasi isu – Hoaks sering dipakai untuk menjatuhkan lawan politik.

  • Ancaman keamanan publik – Kerusuhan bisa dipicu oleh informasi yang tidak benar.

  • Kerusakan demokrasi – Rakyat bisa kehilangan kepercayaan pada sistem politik.

Indonesia sendiri sudah beberapa kali mengalami dampak buruk hoaks, mulai dari Pemilu hingga demonstrasi besar.

Upaya Pemerintah Mengatasi Hoaks dan Disinformasi

Selain memanggil TikTok dan Meta, pemerintah juga menggalakkan langkah lain:

  1. Program literasi digital untuk masyarakat.

  2. Kampanye anti-hoaks yang melibatkan komunitas dan tokoh masyarakat.

  3. Penegakan hukum terhadap penyebar konten berbahaya.

Kolaborasi Pemerintah dan Platform Digital

Kerja sama antara pemerintah dan platform digital adalah kunci. Contoh dari beberapa negara bisa menjadi inspirasi:

  • Jerman menerapkan undang-undang ketat tentang ujaran kebencian.

  • Singapura memberlakukan regulasi khusus anti-disinformasi.

Indonesia diharapkan dapat menemukan jalan tengah yang tidak membatasi kebebasan berpendapat, tetapi tetap efektif melawan hoaks.

Hak atas Kebebasan Ekspresi vs Pencegahan Disinformasi

Salah satu dilema besar adalah membedakan antara kritik sah terhadap pemerintah dengan disinformasi yang berbahaya.

Komdigi berjanji untuk menjaga keseimbangan, sehingga langkah melawan hoaks tidak berubah menjadi alat sensor yang membungkam kritik masyarakat.

Pandangan Pakar tentang Disinformasi Digital

Banyak pakar menilai langkah Komdigi memanggil TikTok dan Meta sudah tepat.

  • Akademisi menekankan pentingnya literasi digital sejak dini.

  • Praktisi teknologi mendorong transparansi algoritma.

  • Pengamat politik mengingatkan agar regulasi tidak berlebihan.

Komdigi Panggil TikTok dan Meta: Apa yang Akan Terjadi Selanjutnya?

Setelah pemanggilan ini, ada beberapa kemungkinan:

  1. Regulasi baru yang lebih ketat untuk platform digital.

  2. Peningkatan sistem moderasi oleh TikTok dan Meta di Indonesia.

  3. Pengawasan lebih intensif dari Komdigi terhadap konten digital.

Masyarakat berharap langkah ini bisa membawa perubahan nyata dalam melindungi demokrasi digital Indonesia.

Kesimpulan

Pemanggilan TikTok dan Meta oleh Komdigi adalah langkah penting dalam melawan disinformasi yang merusak sendi demokrasi. Tantangan besar memang masih ada, tetapi dengan kolaborasi semua pihak—pemerintah, platform digital, dan masyarakat—Indonesia bisa membangun ruang digital yang sehat, aman, dan demokratis.


FAQ tentang Komdigi Panggil TikTok dan Meta

1. Mengapa Komdigi panggil TikTok dan Meta?
Karena banyak konten provokatif dan hoaks yang viral saat demo DPR 25 Agustus 2025.

2. Apa kaitannya dengan demo 25 Agustus 2025?
Disinformasi di media sosial memicu ricuh dalam demo tersebut.

3. Bagaimana tanggapan masyarakat?
Banyak yang mendukung langkah tegas Komdigi, meskipun ada yang khawatir akan membatasi kebebasan berekspresi.

4. Apa risiko disinformasi bagi demokrasi?
Bisa merusak kepercayaan publik, memicu konflik, bahkan mengancam stabilitas negara.

5. Apakah pemanggilan ini membatasi kebebasan berekspresi?
Tidak. Fokus Komdigi adalah melindungi demokrasi, bukan membatasi kritik sah masyarakat.

6. Bagaimana langkah ke depan pemerintah?
Kemungkinan ada regulasi baru, peningkatan literasi digital, dan pengawasan lebih ketat terhadap platform media sosial.

- Advertisement -spot_imgspot_img
Berita Terbaru
- Advertisement -spot_img
Berita Lainnya
Rekomendasi Untuk Anda
- Advertisement -spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini