Jaksa menyebut total suap yang diterima ketiganya mencapai Rp4,3 miliar, termasuk uang tunai senilai Rp1 miliar dan SGD 308.000. Transaksi tersebut terjadi antara Januari hingga Agustus 2024, sebagian dilakukan di PN Surabaya dan Bandara Ahmad Yani Semarang.
Erintuah, dalam perkara ini, juga terbukti menerima gratifikasi yang tidak dilaporkan kepada KPK. Uang yang ia simpan di rumah dan apartemennya mencapai Rp97 juta, SGD 32.000, dan RM 35.992. Sementara Heru menyimpan berbagai mata uang asing di SDB Bank Mandiri dan rumahnya, termasuk USD 18.400 dan €6.000.
Adapun Mangapul disebut menerima uang sebesar Rp21,4 juta, USD 2.000, dan SGD 6.000 yang disimpan di apartemennya.
Kasus ini mengemuka setelah majelis hakim PN Surabaya yang dipimpin Erintuah memutus bebas Ronald Tannur pada 24 Juli 2024. Namun putusan itu kemudian dibatalkan oleh Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi. Ronald divonis lima tahun penjara, meski satu hakim kasasi, Soesilo, mengeluarkan dissenting opinion dan menyatakan Ronald seharusnya dibebaskan.
Kasus ini juga menyeret nama eks pejabat Mahkamah Agung, Zarof Ricar, yang diduga ikut mengatur perkara.