Tajukpolitik – Ketua Komisi IV DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Demokrat, Mujiyono, menolak usulan gubernur DKJ (Daerah Khusus Jakarta) ditunjuk oleh presiden beserta wakil gubernur DKJ.
Menurut Mujiyono, jika usulan yang tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Khusus Jakarta (DKJ) itu dianggap sebagai kemunduran demokrasi di Indonesia, jika benar-benar diterapkan.
“Penunjukan gubernur oleh presiden merupakan kemunduran dalam demokrasi. Demokrat Jakarta berpandangan bahwa gubernur DKJ haruslah dipilih oleh rakyat secara langsung agar memiliki legitimasi yang kuat,” tegas Mujiyono, Jumat (8/12).
Penasehat Fraksi Partai Demokrat DPRD DKI Jakarta ini pun tak setuju jika mahalnya ongkos pilkada dijadikan alasan gubernur Jakarta ditunjuk langsung presiden. Pemilihan kepala daerah, termasuk di Jakarta, merupakan dasar dari sistem demokrasi yang memang membutuhkan biaya.
“Pertimbangan biaya pemilihan yang mahal tidak dapat dijadikan alasan untuk membajak suara masyarakat Jakarta dalam memilih pemimpinnya. Proses demokrasi di belahan dunia mana pun membutuhkan biaya,” kata Mujiyono.
Sebelumnya, Ketua Panitia Kerja (Panja) DPR RI Achmad Baidowi membenarkan bahwa kemungkinan pilkada di Jakarta dihilangkan setelah tidak lagi menjadi ibu kota negara.
Hal ini mengacu pada RUU DKJ yang telah ditetapkan sebagai usul inisiatif DPR dalam rapat paripurna. Pasal 10 Ayat 2 draf RUU DKJ berbunyi, “Gubernur dan Wakil Gubernur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD”. Meski menghilangkan pilkada langsung, pria yang karib disapa Awiek itu menegaskan, proses demokrasi tetap berlangsung melalui usulan DPRD.
“Untuk menjembatani keinginan politik antara yang menginginkan kekhususan ditunjuk secara langsung, dan kedua, supaya kita tidak melenceng dari konstitusi, cari jalan tengah bahwa Gubernur Jakarta itu diangkat, diberhentikan oleh presiden dengan memperhatikan usulan atau pendapat dari DPRD,” kata Awiek di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.