TajukNasional Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Rahmat Bagja, mengumumkan bahwa akan ada sanksi pidana bagi kepala desa yang melanggar netralitas dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.
“Sanksi bagi yang terbukti melanggar adalah pidana penjara, dengan masa hukuman minimal satu bulan dan maksimal enam bulan. Selain itu, pelanggar juga akan dikenakan denda antara Rp 600 ribu hingga Rp 6 juta, tegas Bagja, dalam konferensi pers di Kantor Bawaslu, Senin (28/10).
Bagja menjelaskan bahwa sanksi pidana hanya akan diberikan jika terdapat bukti yang cukup terkait pelanggaran.
“Jika terbukti melakukan pelanggaran pidana, sanksi akan diterapkan. Namun, biasanya pelanggaran netralitas tidak selalu berujung pada sanksi pidana,” tambahnya.
Dia juga menyebutkan kemungkinan adanya sanksi lebih berat seperti pencopotan jabatan. Namun, keputusan tersebut akan ditentukan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
“Apakah jabatan kepala desa dapat dicopot atau tidak, itu adalah kewenangan Kemendagri,” ucap Bagja.
Bawaslu mengimbau kepala desa, lurah, dan perangkat desa untuk menjaga netralitas dalam pelaksanaan Pilkada Serentak 2024.
“Agar agenda demokrasi elektoral di tingkat lokal berlangsung secara kompetitif, jujur, adil, dan demokratis,” tambahnya.
Salah satu peristiwa yang mengundang perhatian adalah penggerebekan Bawaslu Kota Semarang terhadap pertemuan kepala desa se-Jawa Tengah di sebuah hotel berbintang.
Pertemuan tersebut diduga memiliki tujuan untuk memobilisasi dukungan terhadap pasangan calon gubernur tertentu.
Ketua Bawaslu Kota Semarang, Arief Rahman, mengungkapkan bahwa beberapa kepala desa yang diinterogasi menyatakan bahwa pertemuan itu adalah ajang silaturahmi.
Dengan langkah-langkah tegas ini, Bawaslu berharap dapat menjaga integritas dan keadilan dalam proses pemilihan umum.