TajukPolitik – Pengamat politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Mada Sukmajati, menilai kemungkinan Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo bersatu menjadi pasangan capres-cawapres hampir tidak mungkin. Bahkan bisa dikatakan mustahil terjadi.
Menurut Mada, memasangkan Ganjar dengan Anies hanyalah wacara untuk kepentingan simulasi dan permainan. Tujuannya untuk mengetahui bagaimana respon publik.
Ia meyakini bahwa hubungan ideologis yang berjarak jauh antara Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan akan menghadirkan banyak tantangan dalam hal kerja sama.
“Saya sangat meyakini bahwa hal ini hanyalah sekedar wacana saja dan berhenti sampai di sini. Dari sisi kedekatan ideologis yang terlalu jauh antar keduanya jika dipaksakan bersatu maka hal ini tidak akan sehat untuk pribadi dan relasi masing-masing tokoh tersebut,” ujar pengamat politik asal Jawa Timur ini.
Mada menekankan bahwa saat ini semua orang sedang melakukan eksplorasi dan mengamati respon publik terhadap berbagai tokoh yang muncul dalam arena persaingan calon presiden dan calon wakil presiden menjelang Pemilu 2024.
Terkait pasangan yang cocok untuk Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan, Mada mengakui bahwa sampai saat ini, ia belum memiliki gambaran yang jelas mengenai siapa yang cocok untuk masing-masing tokoh tersebut.
Namun, ia menegaskan bahwa saat ini yang perlu diperhatikan adalah bursa capres-cawapres dalam skala nasional, bukan hanya pada tingkat lokal.
“Yang pasti, saat ini kita sedang memilih calon presiden dan calon wakil presiden di tingkat nasional, bukan calon bupati atau wali kota di tingkat kabupaten atau kota. Jika ini masih berkaitan dengan tingkat kabupaten atau kota, koalisi ideologi yang berbeda bisa terbentuk seperti yang terjadi di beberapa daerah, seperti kemenangan duet PDIP dan PKS dalam Pilkada. Namun, dalam skala nasional, kondisinya sangat berbeda,” papar Mada.
Mada mengakui bahwa sangat sulit untuk menggabungkan pasangan capres-cawapres yang memiliki perbedaan ideologis yang signifikan, kecuali terjadi peristiwa luar biasa seperti perubahan politik yang tiba-tiba.
Dalam konteks Pemilu, elektabilitas calon adalah faktor penting, tetapi perbedaan ideologis juga memiliki peran krusial dalam pertimbangan. Mada menyoroti bahwa sepanjang Pemilu dari tahun 1999 hingga 2019, PDIP tidak pernah berkoalisi dengan PKS. Ini menunjukkan bahwa jarak ideologis antara kedua partai ini cukup besar. Meskipun PKS mendukung Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo mendapatkan dukungan luas dari PDIP, perbedaan ini tetap signifikan.
Wacana duet Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan muncul setelah tanggapan terhadap survei elektabilitas capres. Dalam survei tersebut, elektabilitas Ganjar mencapai 24,9 persen sementara Anies berada pada 12,7 persen.
Said Abdullah mengatakan bahwa Anies Baswedan bukanlah lawan yang bisa diabaikan. Anies dianggap sebagai tokoh cerdas yang memiliki potensi dan kemampuan untuk bersama Ganjar.
Said juga menekankan bahwa baik Ganjar maupun Anies memiliki latar belakang pendidikan yang sama, yaitu lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM). Jika mereka berdua bisa bersatu, ini akan menjadi kekuatan positif bagi masa depan kepemimpinan nasional yang cerdas, muda, dan energik.
Ganjar Pranowo diusung oleh PDIP bersama dengan PPP, Partai Hanura, dan Partai Perindo. Di sisi lain, Anies Baswedan didukung oleh Koalisi Perubahan untuk Persatuan, yang terdiri dari Partai NasDem, Partai Demokrat, dan PKS.