TajukNasional Usulan untuk memisahkan jadwal Pemilu dan Pilkada agar tidak digelar dalam tahun yang sama terus mencuat.
Banyak pihak menilai bahwa pelaksanaan dua agenda besar tersebut secara bersamaan melemahkan kontrol masyarakat terhadap institusi politik dan kinerja pejabat publik.
Pakar kepemiluan Titi Anggraini menyuarakan pentingnya kajian ulang terkait jadwal Pemilu Presiden dan Legislatif yang bersamaan dengan Pilkada. Ia menegaskan, agenda besar ini seharusnya dipisahkan untuk memastikan kualitas demokrasi yang lebih baik.
“Pemilu dan Pilkada dalam satu tahun akan melemahkan kontrol masyarakat terhadap institusi politik. Jika masyarakat mendapatkan pemimpin yang buruk, mereka hanya bisa pasrah menunggu lima tahun tanpa mekanisme evaluasi yang efektif,” ujar Titi melalui unggahan di akun X-nya, Minggu (24/11).
Sebagai Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi juga menekankan bahwa penjadwalan yang tumpang tindih dapat menyulitkan masyarakat dalam memahami dan mengevaluasi pilihan mereka. Hal ini berdampak pada proses demokrasi yang ideal.
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Rahmat Bagja, turut mendukung usulan ini. Ia menyampaikan bahwa pelaksanaan Pemilu dan Pilkada dalam waktu bersamaan menciptakan beban kerja yang berat bagi penyelenggara dan rentan menurunkan kualitas pengawasan.
Usulan ini telah disampaikan Bagja kepada Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dalam forum resmi di Monas, Jakarta Pusat, Rabu (20/11).
Dalam kesempatan tersebut, ia menyatakan bahwa pemisahan jadwal dapat meningkatkan kualitas pengawasan dan partisipasi masyarakat.
Dorongan untuk memisahkan jadwal Pemilu dan Pilkada terus mendapat perhatian publik.
Jika wacana ini diakomodasi, diharapkan dapat membawa perubahan signifikan bagi penyelenggaraan demokrasi yang lebih transparan dan akuntabel di Indonesia.