TajukPolitik – Belakangan ini semakin terlihat bahwa PDIP terkesan menggerutu atas manuver Presiden Joko Widodo (Jokowi). Tak bisa dipungkiri, kekesalan PDIP pascamerasa dikhianati, kian bisa terbaca oleh masyarakat.
Direktur Ekseutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, berpendapat bahwa skema propaganda dan playing victim yang dilakukan oleh PDIP merupakan hal yang wajar.
Bagaimana tidak, hal ini menurutnya disebabkan oleh Jokowi yang sangat piawai dalam memerankan sebagai pihak yang dibonekakan oleh PDIP.
“Skema propaganda yang dilakukan PDIP umum saja, menghadapi Jokowi memang tidak dapat dilakukan secara frontal. Jokowi cukup piawai memerankan sikap teraniaya, dan itu membuat PDIP berhati-hati, meskipun dalam situasi saat ini memang PDIP sebagai korban manuver Jokowi,” kata Dedi, Minggu (12/11).
Menurutnya, saat ini PDIP sedang ketakutan karena merasa akan berhadapan dengan Jokowi. Belum lagi koalisi pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka yang sangat gemuk.
Di luar itu, PDIP tidak dapat disebut pemenang jika dihadapkan pada koalisi Prabowo, mereka tentu khawatir karena Jokowi juga punya basis massa melalui relawannya,” sambung Dedi.
Adapun, PDIP menilai aparat telah melakukan abuse of power. Hal ini berkaca dari beberapa kasus pencopotan baliho Ganjar-Mahfud oleh aparat.
Menurut Dedi, hal itu justru membuktikan bahwa aparat lebih tunduk kepada Jokowi, walaupun PDIP adalah partai yang kuat di bidang eksekutif dan legislatif, serta pemerintah daerah.
“Pengaruh PDIP mungkin besar ke pemerintah daerah secara langsung pada kepala daerah, tetapi tidak pada aparatur negara, aparat cukup jelas lebih tunduk dan takut pada Jokowi,” jelasnya.
Di sisi lain, lanjutnya, PDIP terlihat takut karena kalah dalam beberapa survei lembaga. Lebih dari itu, menurut Dedi, PDIP justru sangat takut kehilangan ceruk suara keluarga Jokowi.
“Lebih mungkin bukan soal survei, tetapi lebih pada soal kehilangan kans suara dari Jokowi dan keluarga,” pungkas dia