TajukPolitik – Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR, Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas mengatakan, pihaknya mendukung sistem pemilu proporsional terbuka. Mereka menjadi satu dari delapan fraksi di DPR yang menolak sistem proporsional tertutup.
Ia sendiri berharap MK memutuskan sistem proporsional terbuka dalam pemilihan umum (Pemilu). Namun, tentu semua pihak harus bersiap apa pun putusan MK.
“Tentunya sebagai pilar politik pilar demokrasi kita semuanya setelah putusan MK ini harus bersiap diri. Harus bersiap untuk berkompetisi dengan baik dan benar dan tentunya mengajak partisipasi publik sebanyak-banyaknya,” ujar Ibas kepada wartawan dikutip Rabu (14/6).
Menurut dia, beberapa pekan hingga bulan ke depan adalah waktu yang sangat penting dalam proses demokrasi. Baik dari partai politik, penyelenggara Pemilu 2024, hingga para pemilihnya.
“Tentu sebagai kader dan anggota DPR dari Fraksi Demokrat, ya kita menginginkan sistem pemilu itu dilakukan secara terbuka, yang mana itu terkait kehendak rakyat dan kehendak mayoritas partai politik,” ujar Ibas.
“Karena sesungguhnya, kita tahu proses demokrasi itu ya kita kembalikan. Rakyatlah yang sedang berpesta, rakyat lah yang akan menentukan pemimpinnya,” sambung Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR itu.
Mahkamah Konstitusi (MK) mengumumkan jadwal pembacaan putusan gugatan sistem Pemilu pada Kamis (15/6/2023). Putusan tersebut bakal menentukan apakah sistem pemilu tetap terbuka atau kembali tertutup seperti di era Orde Baru.
Gugatan judicial review terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu diajukan oleh pengurus PDIP Demas Brian Wicaksono beserta koleganya. Mereka keberatan dengan pemilihan anggota legislatif dengan sistem proporsional terbuka pada pasal 168 ayat 2 UU Pemilu.
“Hari ini MK sudah mengumumkan sudah memublikasikan karena seperti yang saya katakan di MK itu enggak ada sidang yang digelar tiba-tiba,” kata Juru Bicara MK Fajar Laksono kepada wartawan, Senin (12/6).
Pengamat politik, Deni Irvani mengatakan, SMRC menemukan 58 persen responden akan tetap mengikuti pemilu jika dilakukan menggunakan sistem tertutup. Tapi, 36 persen responden memilih tidak ikut pemilu.
Ia mengingatkan, kita sebenarnya sudah ada pengalaman dari pemilu lalu. Pada Pemilu 2019 lalu, data KPU tingkat partisipasi pemilih sekitar 82 persen, jadi angka ini jauh lebih tinggi dari 58 persen survei SMRC.
:Turunnya bisa hampir 30 persen, tingkat partisipasi bisa menurun, ini salah satu dampak yang mungkin bisa terjadi, mungkin menjadi kurang menarik karena publik tidak bisa menentukan siapa yang mewakilinya,” kata Deni, Rabu (14/6).