Menurut Hinca, tingginya kasus narkoba di Sumut tak lepas dari faktor ekonomi dan geografi. Banyaknya kawasan perkebunan dan komunitas nelayan disebut menjadi salah satu penyebab.
“Karena banyak kebun dan nelayan, para pengguna merasa fisiknya terdorong, tenaganya bertambah. Ini membuat narkoba makin diterima di kalangan tertentu,” jelasnya.
Ia pun meminta BNN fokus pada penguatan kerja intelijen sebagai langkah utama memberantas peredaran narkotika.
“Saya percaya kemampuan intelijen Pak Marthinus bisa dimaksimalkan untuk menekan angka penyalahgunaan ini,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala BNN Marthinus Hukom dalam forum yang sama mengungkapkan bahwa perputaran uang dari narkotika di Indonesia mencapai Rp 500 triliun. Ia juga menegaskan bahwa Sumatera Utara masih berada di posisi teratas dalam prevalensi penyalahgunaan narkoba berdasarkan survei 2019, yaitu sebesar 6,5%, diikuti oleh Sumsel (5%), DKI Jakarta (3,3%), Sulawesi Tengah (2,8%), dan DIY (2,3%).