TAJUKNASIONAL.COM — Anggota Komisi IV DPR RI, Cindy Monica, meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk mengevaluasi program-program yang bersumber dari Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri (PHLN). Ia menilai beberapa proyek yang dibiayai melalui skema tersebut belum sepenuhnya menjawab kebutuhan riil masyarakat kelautan dan perikanan dalam negeri.
“Ada beberapa kasus yang kami catat, seperti realisasi Oceans for Prosperity (LAUTRA) di Papua dan NTT yang baru terealisasi 45 persen. Lalu proyek Eco-Fishing Port di Sumatera Barat yang tidak sesuai dengan kondisi geografis, serta pelabuhan perikanan di Banten yang terhambat karena sengketa lahan,” ujar Cindy Monica dalam rapat kerja bersama KKP di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (22/4/2025).
Politikus Partai NasDem ini menegaskan bahwa KKP harus melibatkan nelayan dan pelaku usaha lokal dalam perencanaan dan persetujuan program PHLN, agar implementasinya lebih tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan lapangan.
“Fraksi NasDem mendorong KKP untuk melibatkan nelayan secara aktif melalui forum konsultasi publik sebelum menyetujui proyek PHLN. Program yang didesain harus bisa terlaksana maksimal dan menjawab kebutuhan masyarakat pesisir,” tegasnya.
Cindy Monica juga menyoroti pemotongan anggaran KKP yang berdampak pada program sertifikasi nelayan, khususnya di kawasan tertinggal seperti Papua Barat. Ia mengungkapkan, pemotongan anggaran dari Rp 3,2 miliar menjadi Rp 1,9 miliar menyebabkan banyak nelayan gagal mengekspor hasil lautnya karena tidak memiliki sertifikat.
“Hanya 12 persen dari 28 ribu nelayan di Papua Barat yang sudah tersertifikasi. Akibatnya, 600 nelayan di Raja Ampat gagal ekspor lobster karena tak memiliki sertifikasi yang dibutuhkan oleh pasar internasional seperti Uni Eropa,” paparnya.
Ia juga mengungkapkan maraknya sertifikasi abal-abal yang dipatok dengan tarif tinggi.
“Tarifnya bisa sampai Rp 2,5 juta hanya untuk mendapatkan sertifikasi. Ini sangat memberatkan nelayan,” tambah Cindy Monica.
Cindy mendesak KKP untuk menjelaskan lebih lanjut mengenai protokol yang diterapkan saat efisiensi anggaran berdampak pada keberlangsungan UMKM perikanan. Ia juga menyoroti ketimpangan pembangunan antara Jawa dan luar Jawa yang terus meningkat.
“Kami mencatat, dalam tiga tahun terakhir disparitas pembangunan antara wilayah Jawa dan luar Jawa naik hingga 7 persen. Ini harus menjadi perhatian serius,” tutupnya.