Sartono Hutomo menjelaskan bahwa prinsip-prinsip tata kelola yang baik seperti akuntabilitas, transparansi, dan tanggung jawab tetap menjadi acuan utama bagi setiap pejabat di lingkungan BUMN. Jika ada tindakan yang mengarah pada penyalahgunaan kewenangan atau merugikan keuangan negara, maka proses hukum tetap bisa berjalan sebagaimana mestinya.
“Penghapusan kekebalan ini justru menunjukkan komitmen kuat negara dalam mendorong BUMN agar lebih profesional dan bersih dari praktik koruptif,” lanjutnya.
Politisi Partai Demokrat tersebut juga menegaskan bahwa direksi BUMN merupakan pengelola aset negara dan karenanya memiliki tanggung jawab besar terhadap publik. Mereka harus mempertanggungjawabkan seluruh kebijakan yang diambil, baik secara administratif maupun secara hukum.
“Dengan landasan hukum yang tegas, BUMN dapat dikelola secara lebih akuntabel, mendukung agenda reformasi birokrasi, dan memperkuat integritas lembaga negara di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo,” tambah Sartono Hutomo.
Polemik ini mencuat setelah Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Setyo Budiyanto, menyatakan bahwa terdapat pasal dalam UU BUMN yang bertentangan dengan aturan lain, khususnya dalam hal pengawasan terhadap pejabat BUMN. Namun pernyataan Sartono memperjelas bahwa ruang penindakan tetap terbuka terhadap siapa pun yang melakukan pelanggaran hukum, termasuk dalam tubuh BUMN.