Ruby menekankan bahwa peacebuilding dan penyelesaian konflik global tidak bisa dilepaskan dari investasi terhadap generasi muda. Baginya, anak muda adalah arsitek masa depan, dan perempuan muda khususnya harus diberi ruang untuk percaya diri menyuarakan ide, identitas, dan keyakinannya.
“Kalau kita bicara solusi berkelanjutan terhadap konflik, maka yang paling fundamental adalah investasi terhadap anak muda. Kita harus membangun kepercayaan diri perempuan muda Indonesia agar bisa menjadi pemimpin yang berdaya,” jelas Ruby.
Tak hanya soal representasi, Ruby menyoroti pentingnya empati dalam politik. Menurutnya, perempuan memiliki sensitivitas sosial yang tinggi yang sangat dibutuhkan dalam pengambilan kebijakan, terutama di tengah krisis kemanusiaan dan konflik bersenjata.
“Empati adalah kekuatan. Ketika perempuan memiliki ruang di panggung politik, mereka membawa pendekatan yang lebih inklusif dan manusiawi dalam membentuk kebijakan,” tuturnya.
Sebagai negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia dan mayoritas pemilih perempuan dalam pemilu terakhir, Indonesia menurut Ruby memiliki tanggung jawab moral dan strategis untuk menjadi teladan dalam pemberdayaan perempuan dalam politik.
“Mayoritas pemilih kita adalah perempuan. Maka sudah semestinya isu-isu mereka mendapat prioritas. Indonesia bisa jadi contoh nyata bagi negara-negara Muslim lainnya dalam hal ini,” ujar legislator Dapil Lampung I itu.
Ruby juga menekankan pentingnya kerja sama antarparlemen negara anggota OKI dalam menangani isu perempuan secara lintas batas. Baginya, penyelesaian masalah seperti kekerasan berbasis gender, akses pendidikan, hingga keterwakilan politik tak bisa diselesaikan secara parsial.
“Kita perlu solusi kolektif, bukan hanya nasional tapi regional dan global. Masalah perempuan adalah masalah kita bersama,” pungkas Ruby.