TAJUKNASIONAL.COM Pemerintah tengah mengkaji pemberian amnesti, abolisi, dan rehabilitasi bagi sejumlah kelompok dan individu dengan mempertimbangkan aspek kemanusiaan, keadilan, dan rekonsiliasi nasional. Pembahasan ini dilakukan dalam Rapat Tingkat Menteri (RTM) yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, bersama perwakilan lintas kementerian dan lembaga.
Rapat tersebut melibatkan Kemenko Polhukam, Kejaksaan Agung, Polri, BNPT, BNN, Kementerian Hukum, Kemendagri, serta jajaran imigrasi dan pemasyarakatan. Salah satu pokok bahasan mencakup usulan bagi mantan anggota Jamaah Islamiyah (JI) yang telah membubarkan diri, tahanan politik, dan tersangka sejumlah perkara yang tidak kunjung mendapatkan kepastian hukum.
Yusril menegaskan bahwa pemerintah harus selektif dalam memberikan pengampunan negara. “Pemerintah harus berhati-hati menentukan siapa yang layak menerima pengampunan negara. Amnesti dan abolisi sifatnya perorangan, bukan kelembagaan,” ujarnya. Ia juga menyoroti lamanya status tersangka yang membebani masyarakat tanpa progres hukum yang jelas.
Kementerian Hukum mengusulkan empat kategori penerima potensi amnesti, mulai dari pengguna narkotika, pelaku makar tanpa senjata, pelanggaran UU ITE seperti penghinaan terhadap presiden atau kepala negara, hingga narapidana berkebutuhan khusus seperti ODGJ, penyandang disabilitas intelektual, pasien penyakit berat, dan lansia di atas 70 tahun.
Kepala BNPT menekankan kewaspadaan terhadap pelaku terorisme, namun mengakui adanya perubahan sikap eks-JI. “Negara tidak hanya menghukum, tetapi juga memulihkan,” katanya. Sementara Kepala BNN menilai perlu dibedakan antara pelaku kecil kasus narkotika dengan pengedar jaringan.
Rapat menyimpulkan bahwa kebijakan amnesti harus memadukan pertimbangan kemanusiaan, keamanan nasional, dan keadilan bagi korban. “Langkah ini bagian dari konsolidasi hukum dan rekonsiliasi nasional,” tutup Yusril.
IKUTI BERITA TERBARU TAJUK NASIONAL, MELALUI MEDIA SOSIAL KAMI



