TajukPolitik – Menteri ATR/BPN Agus Harimurti Yudhoyono mengungkapkan aksi mafia tanah di Banyuwangi merugikan negara hingga belasan miliar. Tercatat negara merugi hingga Rp 17 miliar.
“Kerugian sekitar Rp 17,769 miliar dengan luas tanah 14.250 meter persegi. Potensi kerugian negara dari BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) dan PPh (Pajak Penghasilan) sebesar Rp 506 juta,” ungkap AHY dilansir detikJatim, Minggu (17/3).
Dari pengungkapan kasus itu, ada dugaan 1.200 sertifikat palsu yang ditahan Kantor Pertanahan Banyuwangi atas instruksi Satgas Anti-Mafia Tanah. Sedangkan dua pelaku mafia tanah berhasil ditahan adalah PDR (34) warga Sobo dan P (54) warga Kabat, Banyuwangi.
“Itu tadi hitungan kasarnya, bisa dibayangkan berapa miliar kerugian kalau per sertifikat saja Rp 500 juta. Hasil ungkap ini menunjukkan hasil kerja baik satgas mafia tanah dan baik bagi masyarakat Banyuwangi,” tambah AHY.
Ketua Tim Satgas Anti-Mafia Tanah Brigjen Arif Rachman menambahkan modus operandi dari kedua tersangka kasus di Banyuwangi memanipulasi berkas surat palsu untuk melakukan pemisahan sertifikat tanah di Kantor Pertanahan Banyuwangi.
Para tersangka menggunakan surat kuasa palsu dengan melampirkan site plan yang dibubuhi tanda tangan, stempel, dan nomor register palsu yang tidak dikeluarkan oleh kantor Dinas Pekerjaan Umum (PU).
Kasatgas Anti Mafia Tanah Brigjen Pol Arif Rachman membeberkan pengungkapan kasus ini merupakan laporan dari Polres Banyuwangi dan Polres Pamekasan.
Untuk kasus Banyuwangi, kejadian tersebut terjadi pada Januari 2023 lalu dengan korban AKR yang merupakan ahli waris tanah. Dalam kasus tersebut, terdapat dua orang tersangka yakni P (54) dan PDR (34).
Kasus ini bermula dari korban yang ingin mengajukan proses pemisahan sertifikat. Korban kemudian menggunakan jasa P sebagai calo untuk membantu.
Dari itu, P kemudian melakukan proses namun terungkap menggunakan surat kuasa palsu dengan melampirkan site plan yang bertanda tangan, stempel dan nomor registrasi dari Kantor Dinas PU palsu.
P kemudian dibantu oleh PDR yang berperan menunjukkan batas tanah kepada petugas BPN, kemudian membuat Kegiatan Kesesuaian Pemanfaatan Ruang (KKPR), serta melengkapi persyaratan secara online dan menjadi saksi Akta Jual Beli (AJB) padahal pemilik tanah sudah meninggal dunia.
“Ahli waris tidak tahu pemisahan tersebut. Potensi kerugiannya Rp17,769 M. Selain itu penting bagi kami rusaknya data di Kantor Pertanahan yang harusnya jadi aset pemda tidak terealisasi,” kata dia.