Mereka menyampaikan tiga tuntutan utama:
- Mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk mencopot Mendagri Tito Karnavian dan Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri, Syafrizal.
- Mendorong Gubernur Aceh dan DPRA segera bersikap tegas dalam mempertahankan keempat pulau tersebut.
- Menuntut pencabutan SK Kemendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 yang menetapkan keempat pulau berada di wilayah Sumatera Utara.
Polemik ini mencuat setelah Kemendagri menerbitkan SK tersebut pada 25 April 2025, yang menetapkan empat pulau itu sebagai bagian dari Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumut. Hal ini langsung ditanggapi Gubernur Aceh Muzakir Manaf yang menolak keras keputusan tersebut dan mengklaim memiliki bukti historis bahwa wilayah itu adalah bagian dari Aceh.
“Kami punya bukti-bukti otentik. Dari zaman dahulu, pulau-pulau itu memang bagian dari Aceh. Ini bukan klaim kosong,” tegas Muzakir dalam pernyataannya di Jakarta.
Sementara itu, Mendagri Tito Karnavian menyatakan bahwa keputusan tersebut merupakan hasil kajian panjang yang melibatkan berbagai lembaga pusat seperti Badan Informasi Geospasial, TNI AL dan AD, serta instansi terkait lainnya.
“Batas darat antara Aceh dan Sumatera Utara sudah disepakati. Batas laut belum. Karena itu, pemerintah pusat harus mengambil keputusan berdasarkan peta dan data teknis,” kata Tito di Kompleks Istana Negara, Selasa (10/6/2025).
Tito menambahkan, karena kedua provinsi tidak mencapai kesepakatan batas laut, maka kewenangan penetapan diserahkan ke pemerintah pusat, sesuai aturan yang berlaku.