Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Jawa Tengah–DIY, Moch. Iqbal Tamher, menjelaskan bahwa jembatan ini memiliki total panjang penanganan 2.300 meter dan lebar rata-rata 24 meter, terdiri dari oprit, slab on pile, dan jembatan utama. Nilai kontraknya mencapai Rp863,7 miliar dari APBN, dengan masa pelaksanaan 579 hari kalender.
Berdasarkan studi kelayakan tahun 2017, pengoperasian JJLS di DIY diproyeksikan mampu menekan biaya operasional kendaraan hingga 13,11% atau senilai Rp1,4 triliun per tahun, menghemat waktu tempuh sekitar 20 menit, serta meningkatkan nilai produksi komoditas di wilayah yang dilalui sebesar 18,6% atau sekitar Rp7,7 miliar per tahun.
Selain manfaat transportasi, keberadaan Jembatan Pandansimo akan membuka akses ke lahan pertanian seluas 2.164,10 hektare di Kecamatan Galur dengan potensi produksi 9.143,2 kuintal sayur dan buah per tahun. Produksi perikanan di Kecamatan Srandakan juga diperkirakan meningkat sekitar 13,3 ton per tahun.
Jembatan ini juga dirancang untuk memperkuat ketahanan wilayah terhadap bencana. Teknologi konstruksi modern seperti Corrugated Steel Plate (CSP) yang ringan dan kuat, Lead Rubber Bearing (LRB) sebagai peredam gempa, Mechanically Stabilized Earth Wall (MSE Wall) untuk efisiensi lahan, dan mortar busa untuk mengurangi beban struktur turut digunakan. Desainnya mengadopsi elemen budaya lokal seperti motif batik nitik dan bentuk gunungan pada gapura serta lampu jalan, yang memperkuat identitas kawasan.
Saat ini, proyek masih dalam tahap Audit Keselamatan Jalan guna memastikan semua aspek keamanan, kenyamanan, dan kelancaran lalu lintas terpenuhi sebelum dibuka untuk umum. “Jembatan Pandansimo bukan sekadar infrastruktur penghubung, tetapi simbol pemerataan pembangunan di selatan DIY. Dengan target operasi pada September 2025, kami berharap jembatan ini memberi manfaat optimal bagi masyarakat,” kata Menteri Dody.
IKUTI BERITA TERBARU TAJUK NASIONAL, MELALUI MEDIA SOSIAL KAMI