Menurutnya, masih banyak kasus yang menunjukkan lemahnya pengawasan terhadap PMI di Arab Saudi, mulai dari kekerasan, eksploitasi, hingga kepulangan dalam kondisi tidak layak. Oleh sebab itu, Siti menilai penguatan sistem evaluasi dan perbaikan menyeluruh menjadi syarat mutlak sebelum moratorium dicabut.
“Kalau moratorium akan dicabut, maka harus ada prasyarat: sudah dievaluasi total dan ada mekanisme pengawasan yang diperbaiki. Jangan karena desakan ekonomi sesaat, kita korbankan keselamatan mereka,” ujarnya tegas.
Dalam diskusi tersebut, sejumlah pihak juga menyuarakan kekhawatiran bahwa penghapusan moratorium bisa berdampak buruk jika tidak dibarengi perjanjian kerja yang adil dan akuntabel. Siti menambahkan bahwa Indonesia harus memiliki mekanisme pemantauan aktif dan perlindungan hukum bagi para PMI selama mereka berada di luar negeri.
Diketahui, wacana pencabutan moratorium ini muncul seiring rencana penempatan kembali sekitar 600 ribu PMI ke Arab Saudi, dengan janji penghasilan minimum Rp6,5 juta per bulan. Pemerintah memperkirakan potensi remitansi bisa mencapai Rp31 triliun per tahun. Namun, tak sedikit pihak yang menilai kebijakan ini belum cukup siap dari sisi perlindungan tenaga kerja.
“Pemerintah jangan hanya berpikir soal angka. Kita berbicara tentang manusia—mereka para PMI adalah warga negara yang harus dijaga, bukan sekadar penyumbang devisa,” tutup Siti Mukaromah.