Tajukpolitik – Dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang jatuh pada 2 Mei, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyoroti tingginya kasus kekerasan yang terjadi di pondok pesantren (ponpes).
FSGI menyebut bahkan beberapa kasus di antaranya bahkan merenggut nyawa peserta didik.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti, dalam keterangan resminya, Kamis (2/5).
“FSGI menyampaikan keprihatinan masih tingginya kasus-kasus kekerasan di satuan pendidikan yang bahkan sampai merenggut nyawa peserta didik,” kata Retno.
Menurut Retno, kasus kekerasan tak hanya terjadi di lingkungan sekolah yang berada di bawah naungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Di samping itu, kasus kekerasan terhadap peserta didik kerap kali terjadi di satuan pendidikan di bawah Kementerian Agama (Kemenag).
“Untuk satuan pendidikan di bawah Kemenag sampai menimbulkan korban jiwa, misalnya beberapa kasus yang tahun 2024 ini masih dalam proses hukum,” ujar Retno.
Dia mencontohkan kasus kekerasan di ponpes wilayah Tebo, Jambi yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa. Salah satu santrinya, yakni AH (13) mengalami patah tulang tengkorak dan pendarahan otak.
Selain itu, terdapat pula kasus santri meninggal dunia di ponpes daerah Banyuwangi. Korban berinisial SM (14) diketahui dianiaya oleh sejumlah kawannya.
“Kemudian AM (17) santri salah satu Ponpes di Kediri juga mengalami penganiayaan dari sejumlah temannya hingga meninggal,” jelas Retno.
Ironisnya, kata Retno, pihak ponpes kerap tidak menyampaikan kejadian sebenarnya yang dialami santri atau peserta didik kepada para orangtua.
“Misalnya AH santri di Tebo dilaporkan pihak Ponpes kepada orangtua tersengat listrik. Sementara hasil otopsi menunjukkan ada kekerasan yang mengakibatkan patah tulang tengkorak kepala dan ada pendarahan otak,” tutur Retno.
Ia berharap, upaya pencegahan kekerasan di satuan pendidikan bisa lebih digencarkan oleh Kemendikbudristek maupun Kemenag, apalagi dalam momentum Hardiknas.