TAJUKNASIONAL.COM Kementerian Hak Asasi Manusia (Kemenham) resmi mengabadikan nama Marsinah, aktivis buruh dan Pahlawan Nasional 2025, sebagai nama ruang pelayanan hak asasi manusia (HAM) di kantor pusat Kemenham.
Penamaan “Ruang Marsinah” menjadi bentuk penghormatan atas perjuangan dan keberanian Marsinah dalam memperjuangkan hak-hak dasar buruh di Indonesia.
Menteri HAM Natalius Pigai menjelaskan, penamaan Ruang Marsinah merupakan simbol pengakuan negara terhadap perjuangan Marsinah sebagai bagian penting dalam sejarah HAM Indonesia.
“Marsinah adalah wajah keberanian dalam memperjuangkan martabat manusia. Penamaan ini adalah wujud penghormatan atas perjuangannya yang menjadi bagian penting dari sejarah HAM Indonesia,” ujar Pigai di Jakarta, Senin (10/11).
Pigai menegaskan bahwa semangat perjuangan Marsinah dalam memperjuangkan upah layak, kebebasan berserikat, dan perlakuan manusiawi di tempat kerja menjadi inspirasi bagi generasi penerus.
Ia juga menyoroti bahwa kasus kematian Marsinah yang belum terselesaikan harus menjadi pengingat bagi negara untuk memperkuat perlindungan terhadap buruh dan aktivis pembela kebenaran.
Ruang Marsinah berlokasi di lantai 1 Gedung K.H. Abdurrahman Wahid, kantor pusat Kemenham.
Ruangan ini difungsikan sebagai pusat pelayanan publik bidang HAM, tempat masyarakat dapat mengajukan aduan dan memperoleh pendampingan terkait hak asasi.
“Semangat Marsinah adalah semangat kemanusiaan. Dengan menamai ruangan ini sebagai Ruang Marsinah, kami ingin memastikan dedikasi dan pengorbanannya tidak hilang ditelan waktu,” lanjut Pigai.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada sepuluh tokoh berjasa besar bagi bangsa Indonesia, salah satunya Marsinah.
Marsinah dikenal sebagai buruh pabrik arloji PT Catur Putra Surya (CPS) di Sidoarjo, Jawa Timur.
Pada tahun 1993, ia memimpin aksi mogok kerja untuk menuntut kenaikan upah sesuai standar pemerintah.
Baca Juga: Wakili Keluarga, Menko AHY Terima Gelar Pahlawan Nasional untuk Sarwo Edhie Wibowo
Setelah mendatangi Kodim Sidoarjo untuk mencari rekannya yang ditahan, Marsinah ditemukan tewas tiga hari kemudian di Nganjuk dengan tanda-tanda penyiksaan berat — sebuah tragedi yang hingga kini menjadi simbol ketidakadilan terhadap pekerja.



