TajukNasional Ketua Umum Bintang Muda Indonesia (BMI), Farkhan Evendi, menekankan pentingnya keterbukaan dan partisipasi publik dalam proses revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI). Menurutnya, revisi ini merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian agar tetap menjaga keseimbangan antara peran militer dan supremasi sipil dalam sistem demokrasi Indonesia.
“Revisi UU TNI adalah bagian dari penyesuaian dengan dinamika zaman, tetapi harus dilakukan dengan transparan dan partisipatif. Proses ini tidak boleh mengabaikan prinsip supremasi sipil serta harus tetap menegaskan batasan peran TNI dalam kehidupan politik dan sosial,” ujar Farkhan.
Sebagai aktivis reformasi 1998, Farkhan mengingatkan agar pemerintah dan DPR tidak menutup ruang diskusi publik dalam pembahasan revisi ini.
“UU TNI bukan hanya milik pemerintah, DPR, atau institusi militer, tetapi juga milik seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena itu, masukan dari akademisi, masyarakat sipil, serta berbagai pemangku kepentingan harus benar-benar dipertimbangkan agar aturan yang dihasilkan tidak menimbulkan gejolak,” tegasnya.
Farkhan menilai bahwa revisi yang dilakukan secara terbuka akan lebih berkualitas dan memiliki legitimasi tinggi.
“Public hearing yang substantif sangat diperlukan dalam pembentukan atau revisi undang-undang. Pendapat dari berbagai ahli harus dihimpun agar regulasi yang lahir dapat menjawab tantangan ke depan,” katanya.
Meskipun proses partisipatif ini mungkin akan memakan waktu lebih lama, Farkhan yakin bahwa hasilnya akan lebih komprehensif dan solutif.
“Proses yang baik akan menghasilkan keputusan yang baik. Kita ingin UU ini menjadi pijakan kuat bagi TNI agar tetap profesional dan fokus pada tugas utamanya menjaga kedaulatan negara,” tambahnya.
Farkhan juga menekankan bahwa revisi UU TNI harus tetap mengedepankan prinsip supremasi sipil sebagaimana diatur dalam konstitusi.
“TNI harus tetap menjadi institusi yang profesional dan tidak terlibat dalam politik praktis. Hal ini penting untuk menjaga demokrasi kita tetap sehat dan berjalan sesuai prinsip negara hukum,” jelasnya.
Pernyataan Farkhan ini sejalan dengan pandangan Presiden Ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang menekankan pentingnya dialog dalam demokrasi. Dalam diskusi di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Tokyo, Jepang, SBY menyampaikan bahwa komunikasi yang terbuka antara pemerintah dan rakyat adalah kunci dalam sistem demokrasi yang sehat.
“Jika pemimpin dan rakyat memiliki pandangan yang berbeda tanpa adanya titik temu, tentu ini tidak baik. Oleh karena itu, dialog dan keterbukaan dalam kebijakan publik sangat penting agar semua keputusan tetap selaras dengan harapan masyarakat,” ujar SBY.
Farkhan pun mengajak semua pihak untuk bersikap sabar dan disiplin dalam menyikapi proses revisi UU TNI ini, terutama di bulan Ramadan yang penuh berkah.
“Kita semua berharap revisi ini membawa manfaat besar bagi bangsa dan negara. Dengan semangat dialog dan transparansi, kita bisa memastikan bahwa regulasi ini memperkuat komitmen Indonesia sebagai negara demokratis yang menghormati supremasi sipil,” pungkasnya.