TAJUKNASIONAL.COM Presiden Venezuela Nicolas Maduro mengumumkan bahwa seluruh kekuatan militer negaranya berada dalam status siaga tinggi menyusul meningkatnya ketegangan dengan Amerika Serikat (AS) di wilayah Karibia.
Langkah ini diambil setelah laporan intelijen menunjukkan AS mengerahkan pesawat pengebom strategis B-52H ke kawasan perbatasan Venezuela.
Armada pesawat tempur tersebut disebut-sebut berangkat dari Pangkalan Angkatan Laut Barksdale, Louisiana, dan terdeteksi menuju wilayah selatan Karibia.
Menurut data dari Flightradar24, setidaknya ada tiga pesawat pengebom dengan kode panggilan BUNNY01, BUNNY02, dan BUNNY03 yang melakukan penerbangan serentak menuju wilayah tersebut.
Baca Juga: Apa Itu Global Sumud Flotilla? Kapal Armada Kemanusiaan untuk Gaza Dibajak Israel
Pengerahan itu disebut sebagai bagian dari operasi Satuan Tugas Pengebom Angkatan Udara AS, yang sebelumnya pernah dilakukan pada masa pemerintahan Donald Trump.
Kehadiran bomber AS ini memicu kemarahan Caracas.
Pemerintah Venezuela mengecam langkah Washington yang dianggap sebagai bentuk tindakan agresif dan provokatif di kawasan Karibia.
“Pemerintah kami siap menghadapi setiap bentuk agresi asing dan akan mempertahankan kedaulatan Venezuela dengan segala kemampuan,” ujar Maduro dalam pernyataannya di televisi nasional.
Ketegangan antara kedua negara bukan hal baru.
Hubungan diplomatik keduanya telah memburuk sejak AS menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap Caracas dan menuduh pemerintahan Maduro melindungi jaringan penyelundupan narkoba.
Namun, di tengah ancaman tersebut, muncul pertanyaan besar: seberapa kuat militer Venezuela menghadapi potensi konflik terbuka dengan AS?
Baca Juga:Donald Trump Umumkan Serangan Ketiga AS terhadap Kapal Narkoba di Karibia
Menurut laporan Global Firepower 2025, Venezuela menempati peringkat ke-50 dari 145 negara dalam daftar kekuatan militer dunia.
Sebaliknya, Amerika Serikat menempati posisi pertama dengan anggaran militer terbesar di dunia.
Venezuela memiliki anggaran pertahanan sekitar US$4 miliar dan utang luar negeri mencapai US$110 miliar.
