Sabtu, 20 Desember, 2025

STOP Fitnah: Meluruskan Interpretasi Data Walhi dan Auriga Terkait Pengelolaan Sumber Daya Hutan selama Periode 2004-2014

Saya kira kita semua ingat, dan tidak salahnya juga saya mengingatkan bahwa, selama sepuluh tahun SBY memimpin, ada tujuh kerangka kebijakan pro-iklim SBY, yaitu:

1. Komitmen nasional: hutan jadi tulang punggung target iklim; tahun 2009 di KTT G20 Pittsburgh, SBY mengumumkan target penurunan emisi 26% dari BAU pada 2020, dan sampai 41% bila ada dukungan internasional. Sektor kehutanan (deforestasi, kebakaran hutan, gambut) diposisikan sebagai kontributor terbesar penurunan emisi itu.

2. Moratorium izin baru di hutan alam primer & lahan gambut; Inpres No. 10/2011: Menetapkan penundaan pemberian izin baru di hutan alam primer dan lahan gambut untuk memperbaiki tata kelola hutan dan menurunkan emisi. Cakupan peta indikatif moratorium sekitar 21 juta ha lahan gambut + 44 juta ha hutan alam primer yang kemudian diperpanjang dengan Inpres No. 6/2013 selama dua tahun lagi (hingga Mei 2015), masih di periode SBY.

3. Pemberanatsan illegal logging & perbaikan tata niaga kayu; Instruksi Presiden Nomor: 4 Tahun 2005 tentang Pemberantasan Penebangan Kayu Ilegal di kawasan Hutan dan Peredarannya di Seluruh Wilayah RI menginstruksikan koordinasi penindakan (Polri, TNI, Kejaksaan, Kehutanan, Bea Cukai, dll.) untuk memberantas pembalakan liar dan peredaran kayu illegal dan berlakunya sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) & FLEGT- VPA.

4. REDD+, kerja sama dengan Norwegia, dan pembentukan lembaga khusus; terbitnya a) Letter of Intent (LoI) Indonesia–Norwegia (2010) Norwegia berkomitmen memberi dukungan hingga US$1 miliar secara bertahap berdasarkan kinerja penurunan emisi dari deforestasi & degradasi hutan, b) Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) berdasarkan Perpres No. 46/2008 membentuk Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI), bertugas merumuskan kebijakan, strategi dan program pengendalian perubahan iklim, termasuk sektor kehutanan, dan c) berdirinya Badan Pengelola REDD+ (BP REDD+) Perpres No. 62/2013 membentuk Badan Pengelola Penurunan Emisi GRK dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut (BP REDD+), lembaga setingkat kementerian yang langsung melapor ke Presiden.

5. Perlindungan ekosistem gambut; Terbit PP No. 71/2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut.

6. Standar keberlanjutan kelapa sawit (ISPO); Ekspansi kebun sawit adalah salah satu pendorong utama deforestasi, sehingga SBY mendorong standar keberlanjutan. Tahun 2011 Kementan meluncurkan ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) melalui Permentan No. 19/Permentan/OT.140/3/2011 tentang pedoman perkebunan kelapa sawit berkelanjutan Indonesia

7. Rehabilitasi hutan, kawasan konservasi & program sosial kehutanan; a) Rehabilitasi hutan dan lahan (RHL/Gerhan) untuk memulihkan DAS kritis dan lahan terdegradasi, b) Pembentukan & perluasan berbagai taman nasional Taman Nasional Sabangau (Kalteng, hutan gambut) ditetapkan 2004, untuk melindungi ±568.700 ha hutan gambut penting dan populasi orangutan terbesar di alam liar, dan c) Pengembangan skema hutan kemasyarakatan, hutan desa, hutan tanaman rakyat (cikal bakal social forestry sekarang.

Dalam tulisan singkat ini, saya ingin mengajak semua mengenali lagi benang merah sejarah selama periode 2004-2014. Bahwa UU 26/2007 tentang Penataan Ruang, mencabut dan menggantikan UU 24/1992 tentang Penataan Ruang. Bahwa, Rencana Tata Ruang (RTR) mengatur penyusunan rencana umum dan rencana rinci tata ruang, baik di tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota.

Oleh karenanya, menyerahkan Sebagian kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam penyelenggaraan penataan ruang. Termasuk mandat pasal 77, yaitu “Pemanfataan ruang yang sah menurut rencana tata ruang sebelumnya diberi masa transisi selama 3 (tiga) tahun untuk penyesuaian”.

Di tataran teknis, PP 26/2008 tentang Rencana Tata Ruang Nasional mewajibkan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRWP) dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota (RTRWK), yang menjadi pedoman untuk perencanaan pembangunan dan pemanfaatan ruang wilayah masing-masing, mengacu pada RTRWN sebagai kerangka acuan nasional.

Jadi, dari sisi regulasi, memang periode waktu 2004-2014 menjadi periode yang sangat dinamis, ketika semangat otonomi daerah untuk memajukan ekonomi dan keuangan yang menjadi motor pembangunan di seluruh Tanah Air, harus berdampingan dan sejalan dengan upaya pelestarian dan pengelolaan SDA yang baik dan bertanggung jawab.

- Advertisement -spot_imgspot_img
Berita Terbaru
- Advertisement -spot_img
Berita Lainnya
Rekomendasi Untuk Anda
- Advertisement -spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini