TajukNasional Gedung SMK YPPGI Jeheskiel Dumapa Idakebo di Kabupaten Dogiyai, Papua Tengah, dibakar oleh orang tua siswa yang frustrasi karena guru tidak pernah hadir untuk mengajar. Kasus ini menyoroti masalah serius terkait pendidikan di wilayah-wilayah terluar, terdalam, dan tertinggal (3T), seperti yang diungkapkan Wakil Ketua Komisi X DPR, Dede Yusuf.
Dede menyatakan bahwa banyak guru yang tidak betah mengajar di daerah 3T. “Permasalahan di beberapa daerah 3T adalah keterbatasan atau kekurangan guru. Banyak guru mungkin hanya bertahan beberapa bulan sebelum kembali ke daerah asal,” ungkapnya, Jumat (20/9).
Salah satu faktor utama adalah kurangnya dukungan, termasuk honor dan tunjangan yang layak bagi para guru di wilayah terpencil tersebut. Hal ini berimbas pada distribusi guru yang tidak merata, sehingga menyebabkan ketimpangan dalam kualitas pendidikan.
Selain itu, Dede juga menyoroti tingginya kerentanan sosial di beberapa daerah, termasuk Papua, yang dapat memicu berbagai bentuk kecemburuan dan ketidakpuasan. Ia mengusulkan adanya perlakuan khusus di wilayah-wilayah ini, seperti pengawasan yang lebih ketat terhadap tenaga pendidik dan tenaga kesehatan.
Dede Yusuf menekankan pentingnya memberikan perlindungan bagi para tenaga pendidik. Salah satu solusinya adalah program “lokir” atau rotasi guru dan tenaga kesehatan secara berkala agar mereka tidak merasa terbebani oleh tekanan yang ada di daerah terpencil.
Kasus pembakaran sekolah ini menjadi sinyal bahwa masalah pendidikan di Papua membutuhkan perhatian yang serius. “Terdapat dua gedung sekolah yang dibakar oleh orang tua siswa yang merasa kecewa karena guru tidak hadir mengajar,” ungkap tokoh agama Yesekiel Dumpai.
Melalui peristiwa ini, diharapkan ada langkah nyata untuk memperbaiki kondisi pendidikan di daerah 3T, khususnya Papua, agar para guru dapat merasa didukung, dan siswa mendapatkan hak pendidikan mereka secara layak.