Senin, 10 Maret, 2025

SBY Analisis Penyebab Turunnya Pemerintahan Bashar Al-Assad di Suriah

TajukNasional Presiden ke-6 Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), memberikan analisis terkait jatuhnya pemerintahan Presiden Bashar Al-Assad di Suriah setelah pasukan pemberontak berhasil menguasai ibu kota Damaskus.

SBY mengungkapkan bahwa situasi tersebut terjadi seiring dengan berkurangnya dukungan dari kekuatan eksternal yang sebelumnya menjadi pilar kekuasaan Assad, seperti Rusia dan Iran.

Dalam wawancara dengan CNN Indonesia pada Senin (9/12), SBY menyatakan bahwa ia mengikuti perkembangan situasi di Suriah dan sepakat dengan pengamat internasional yang berpendapat bahwa kekuatan luar tidak lagi fokus untuk memperkuat atau melindungi rezim Assad.

“Saya mengikuti perkembangan ini dan sependapat bahwa jika Rusia tidak lagi memberi dukungan yang kuat kepada Assad, dan Iran juga teralihkan perhatiannya ke Israel, maka pemerintahan Assad akan terancam,” ujarnya.

Sejak Februari 2022, perhatian Rusia terkonsentrasi pada konflik di Ukraina, yang mengurangi fokusnya pada Suriah. Sementara itu, Iran, yang sebelumnya menjadi sekutu utama Assad, kini juga lebih fokus pada ketegangan dengan Israel. Kedua negara ini terlibat dalam konflik terbuka, dengan serangan-serangan rudal yang saling terjadi, termasuk serangan Israel terhadap Iran pada Oktober 2024 yang merusak sistem pertahanan udara negara tersebut.

SBY menganggap situasi di Suriah saat ini sebagai kelanjutan dari gelombang revolusi yang dimulai dengan Arab Spring pada tahun 2011. Arab Spring, yang melanda beberapa negara Arab, menggerakkan kekuatan rakyat untuk menumbangkan rezim otoriter di Mesir dan Libya, dan Suriah tidak terkecuali. Meskipun pada awalnya mampu bertahan, kini Suriah menghadapi gelombang pemberontakan baru. “Ini mungkin adalah akhir dari Arab Spring, puncaknya,” kata SBY.

SBY juga mencatat bahwa keinginan rakyat Suriah untuk perubahan masih sangat kuat. Mereka menuntut pemerintahan yang lebih inklusif dan bebas dari rezim otoriter. “Rakyat menginginkan pemerintahan yang tidak dipimpin oleh rezim otoritarian,” tambahnya.

Pemberontakan di Suriah yang dimulai pada akhir November 2024, semakin memanas, dengan pemberontak berhasil merebut kota terbesar Aleppo dan pada Minggu (8/12), merebut Damaskus. Dalam situasi yang semakin genting ini, Bashar Al-Assad dilaporkan melarikan diri dan kini berada di Rusia. Hingga kini, belum jelas siapa yang akan menggantikan posisi Assad sebagai pemimpin Suriah setelah kejatuhan rezimnya.

- Advertisement -spot_imgspot_img
Berita Terbaru
- Advertisement -spot_img
Berita Lainnya
Rekomendasi Untuk Anda
- Advertisement -spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini