TajukPolitik – Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu menduga nilai pajak dan bea cukai yang tidak masuk ke negara selama 8 tahun mencapai Rp4.000 triliun.
Dirinya menilai terbongkarnya transaksi janggal Rp300 triliun yang kemudian bertambah menjadi Rp349 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dapat membuka kasus lainnya. Yaitu pada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dan Bea Cukai.
“Terbukanya transaksi mencurigakan staf @kemenkeu lebih Rp 300 triliun membuka kotak pandora skandal yang terjadi. Perkiraan saya bahwa nilai pajak dan bea tidak masuk ke Negara selama 8 tahun sekitar Rp 4.000 triliun. Anehnya masalah ini seakan diselesaikan lewat buzzeRp,” ujar Said Didu seperti dikutip tajuknasional.com, Kamis (30/3).
Dalam cuitannya, Said Didu juga memposting video yang termuat dalam akun YouTube Manusia Merdeka – MSD. Dalam video tersebut Said Didu mengaku meragukan angka tersebut hanya Rp300 Triliun. Ia mengaku punya hitung-hitungan sendiri mengenai masalah ini dengan berpacu pada Tax Ratio.
“Dulu pada saat SBY, tax ratio pernah lebih dari 14 persen, di kita baru naik tahun lalu 10an persen, sekarang di bawah, anggaplah rata-rata 8 persen di masa Jokowi, artinya ada penurunan tax ratio sebesar 5 persen,” kata Said Didu.
Kemudian, Said Didu mengungkit soal pendapatan negara dari pajak yang menurutnya akan ada kaitannya dengan pendapatan yang seharusnya diterima negara. Said Didu mengungkapkan ada uang yang melayang tak masuk ke negara padahal uang tersebut harusnya masuk ke negara. Angkanya pun sangat banyak.
Saya ambil pendapatan negara tahun lalu dari pajak 2.000 triliun lebih itu pada rasio 10 persen, kalau tax ratio 15 persen berarti harusnya 3.000 triliun. Harusnya negara dapat pajak dan cukai 3.000 triliun, yang masuk ke negara Cuma 2.000 triliun. Artinya ada uang 1.000 triliun melayang-layang yang harusnya masuk ke negara,” pungkas Said Didu.
Sebagaimana diketahui, bahwa polemik transaksi janggal bernilai ratusan triliun rupiah terus bergulir. Sejak dilontarkan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, isu ini terus menuai kontroversi.
Sejumlah lembaga juga merasa terusik, khususnya Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Pasalnya, Mahfud sempat menyebut transaksi janggal tersebut melibatkan para pegawai di lingkungan kementerian yang dipimpin Sri Mulyani Indrawati ini.
Sri Mulyani mengaku tak tahu menahu soal transaksi janggal bernilai ratusan triliun ini. Sri Mulyani mengakui, Kemenkeu sudah menerima surat dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait laporan tersebut.
Namun, ia tak menemukan angka seperti yang disampaikan Mahfud. Mahfud dan Sri Mulyani bertemu untuk mendiskusikan masalah itu. Informasi soal transaksi mencurigakan ini semakin terang usai pertemuan.
Mahfud mengklarifikasi, bahwa transaksi bernilai triliunan rupiah itu merupakan laporan terkait dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU), bukan laporan korupsi. Dan setelah melalui penyelidikan, transaksi mencurigakan ini bertambah nilainya dari yang semula hanya Rp 300 triliun menjadi Rp 349 triliun.
Transaksi mencurigakan ini disebutkan banyak melibatkan dunia luar, bukan hanya di internal Kemenkeu saja. Hingga pada akhirnya, Komisi III DPR RI turun tangan dalam kasus ini.
Menko Polhukam Mahfud MD dan Kepala PPATK Ivan Y. pun sudah mengikuti rapat bersama dengan Komisi III DPR RI itu. Tinggal Menkeu Sri Mulyani yang belum memenuhi panggilan Komisi III DPR RI itu dengan alasan tertentu.