TajukNasional Ketua Komisi II DPR RI M. Rifqinizamy Karsayuda mengungkapkan bahwa berdasarkan ketentuan UU Nomor 10/2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, pembiayaan pemilihan kepala daerah bersumber dari APBD provinsi maupun kabupaten/kota. Namun, jika APBD daerah terbatas, terutama untuk menyelenggarakan Pemungutan Suara Ulang (PSU), perbantuan dari APBD provinsi atau APBN dapat diberikan.
Rifqinizamy menjelaskan bahwa Komisi II DPR RI bersama pemerintah dan penyelenggara pemilu telah menginventarisasi kebutuhan anggaran PSU di 24 daerah yang akan menggelar pemungutan suara ulang, baik secara menyeluruh maupun sebagian. Dari hasil inventarisasi tersebut, terungkap bahwa kemampuan pendanaan daerah hanya mencakup kurang dari 30 persen dari total anggaran yang dibutuhkan, yang mencapai sekitar Rp1 triliun.
“Oleh karena itu, kami tengah mengupayakan dukungan APBN sebesar Rp700 miliar untuk memastikan pelaksanaan PSU sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dapat berjalan sesuai jadwal yang telah ditetapkan oleh KPU,” ujar Rifqinizamy dalam keterangan yang diterima Parlementaria, di Jakarta, Minggu (2/3/2025).
Lebih lanjut, Rifqinizamy menambahkan bahwa pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menyatakan kesiapan mereka dalam mendukung penganggaran ini. Pengumuman resmi terkait dukungan APBN tersebut akan disampaikan dalam Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi II DPR RI, Mendagri, dan penyelenggara pemilu pada 10 Maret 2025.
Sebelumnya, MK telah memutuskan 40 perkara sengketa hasil Pilkada 2024. Dari putusan tersebut, MK memerintahkan PSU di 24 daerah karena adanya diskualifikasi calon kepala daerah dengan berbagai alasan, seperti tidak mengakui status mantan terpidana, tidak memenuhi syarat pendidikan minimal, hingga telah menjabat dua periode.
Selain itu, MK juga memerintahkan rekapitulasi ulang untuk satu daerah dan perbaikan keputusan KPU terkait penetapan hasil pilkada di daerah lainnya. Sementara itu, 14 gugatan lainnya ditolak oleh MK.