TajukPolitik – Ekonom senior, Rizal Ramli mengatakan perbedaan bahkan perdebatan di antara tokoh-tokoh yang memiliki perbedaan ideologi, politik dan kebijakan merupakan hal biasa dalam kehidupan demokrasi.
Perbedaan tersebut jangan dilihat sebagai perpecahan, namun harus dilihat sebagai sebuah sintesa untuk mencapai suatu hal atau kebijakan yang lebih baik.
“Perbedaan dan perdebatan di antara tokoh-tokoh yang berbeda ideologi, politik dan kebijakan publik itu hal sangat biasa dalam demokrasi. Dari situlah timbul sintesa untuk hal-hal yang lebih baik,” ujar tokoh nasional, Rizal Ramli dalam akun media sosialnya yang dikutip tajuknasional.com pada, Selasa (22/11).
Ekonom senior ini mengatakan, perbedaan tersebut jangan juga dilihat sebagai hal personal, namun selalu berkaitan dengan kehidupan bangsa dan negara yang lebih baik.
Jika perbedaan pendapat tersebut dilihat sebagai hal personal, maka pasti akan menimbulkan hal-hal yang tidak baik, seperti rasa dendam di antara sesama tokoh.
“Nothing personal! Jangan sedikit-sedikit menjadi masalah personal, dendam lah – cemen amat,” ujar mantan Menko Ekuin di era Presiden Gusdur itu.
Mantan Kepala Bulog ini memang selalu terbuka bila diajak berdebat. Bahkan Rizal Ramli suka dengan perbedaan pendapat. Pasalnya, semenjak mahasiswa, aktivis pergerakan ini selalu gemar berdikusi dengan sesama mahasiswa maupun para tokoh nasional.
Bagi Rizal Ramli, kebebasan berpikir merupakan hal yang utama dan pertama dalam hidupnya. Karena itu, dia tidak pernah kikuk bila berhadapan dengan tokoh berkelas internasional sekalipun.
Karena itu pula, penasihat ekonomi Fraksi ABRI di DPR/MPR RI ini bisa berteman dengan semua orang. Dia juga bisa diajak berdiskusi dengan orang yang dianggap lawan politik sekalipun. Karena baginya, perbedaan pendapat bukan merupakan hal personal.
Bagi Rizal Ramli, perbedaan merupakan hal lumrah. Ibarat sebuah tesis yang diperhadapkan dengan antitesis, maka akan melahirkan sintesis yang baru.
“Perbedaan Pendapat Antara Para Tokoh Hal Wajar dalam Kehidupan Demokrasi. Berbeda dgn sistim otoriter dan feodal, dimana tokoh berbeda dianggap sebagai musuh dan bahkan dirawat sbg dendam. Picik amat ya,”tukasnya.