TajukPolitik – Pemerintah berencana kembali naikan cukai rokok dengan alasan untuk mengurangi konsumsi.
Namun alasan tersebut dibantah oleh mantan sekretaris kementrian BUMN Sadi Didu.
”Sktr 80 % perokok adalah orang miskin. Menaikkan cukai rokok, apakah org miskin berhenti atau mengurangi merokok ?” tulisnya dalam akun twitter pribadinya yang dikutip tajuknasional.com Jumat (4/11).
Menurutnya justru orang miskin akan semakin miskin akibat cukai rokok naik untuk membayar utang negara.
”Justru yg terjadi kemungkinan besar adalah orang miskin akan makin miskin krn harus bayar cukai utk negara demi bayar utang yg menumpuk,” tukasnya.
Seperti diketahui Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, konsumsi rokok oleh masyarakat miskin cenderung tinggi. Konsumsi rokok berada di posisi kedua tertinggi setelah beras.
Bendahara negara ini menyebut lebih banyak masyarakat miskin memilih membeli rokok ketimbang membeli sumber protein seperti telur, ayam, tahu atau pun tempe.
“Ini (rokok) kedua tertinggi sesudah beras, melebihi konsumsi protein seperti telur dan ayam, serta tahu dan tempe,” katanya, dikutip dari kanal YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (3/11)
Konsumsi rokok di rumah tangga miskin perkotaan mencapai 12,21%. Sementara di masyarakat miskin pedesaan, persentasenya mencapai 11,36%.
Pada kesempatan itu ia mengumumkan Cukai Hasil Tembakau (CHT) untuk rokok akan naik 10% pada 2023 dan 2024. Salah satunya adalah untuk mengendalikan konsumsi dan produksi.
“Di sisi lain kita selama ini sudah menaikkan cukai rokok di dalam rangka mengendalikan konsumsi dan produksi rokok,” katanya.
“Di sisi lain kita selama ini sudah menaikkan cukai rokok di dalam rangka mengendalikan konsumsi dan produksi rokok,” katanya.
Menurut Sri Mulyani, kenaikan cukai rokok menyebabkan harga rokok naik. Hasilnya keterjangkauan masyarakat terhadap rokok juga menurun. Langkah ini diharapkan bisa menurunkan jumlah konsumsi.