TajukNasional Langkah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menempatkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset di posisi kelima dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Jangka Menengah 2025-2029 menuai apresiasi dari berbagai pihak.
Upaya ini dinilai sebagai bentuk keseriusan pemerintah dalam memperkuat agenda pemberantasan korupsi.
Pegiat antikorupsi, Hardjuno Wiwoho, menyebut langkah ini sebagai sinyal strategis yang menunjukkan tekad pemerintah untuk menciptakan sistem hukum yang lebih efektif dalam menangani kejahatan korupsi.
“Memasukkan RUU Perampasan Aset dalam lima besar Prolegnas adalah keputusan penting yang memperlihatkan pemahaman mendalam terhadap kebutuhan instrumen hukum yang lebih tegas. Ini bukan hanya simbolis, tetapi juga langkah konkret,” ungkap Hardjuno, Selasa (19/11).
RUU ini mengusung konsep Non-Conviction Based Asset Forfeiture (NCB), sebuah mekanisme yang memungkinkan penyitaan aset hasil kejahatan tanpa harus menunggu proses pidana yang panjang. Model ini telah diterapkan secara efektif di berbagai negara maju, seperti Amerika Serikat dan Inggris.
Hardjuno menegaskan, keberadaan RUU ini sangat penting untuk mempercepat proses pemulihan kerugian negara akibat korupsi.
Selain itu, ia menyoroti keberanian pemerintahan Presiden Prabowo dalam mengusulkan kembali RUU yang sebelumnya mengalami hambatan politik di periode sebelumnya.
“Langkah ini menunjukkan komitmen nyata pemerintah untuk menegakkan keadilan dan memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi. Ini bukan sekadar janji, tetapi bukti nyata keberanian untuk menghadapi tantangan,” tambah Hardjuno.
Pengesahan RUU Perampasan Aset diharapkan menjadi tonggak baru dalam pemberantasan korupsi di Indonesia, sekaligus memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap komitmen pemerintah dalam menciptakan tata kelola pemerintahan yang bersih dan transparan.