TajukPolitik – Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) mendesak adanya efisiensi di PT Aneka Tambang (Persero) Tbk (Antam) buntut penurunan dari sisi penjualan maupun laba bersih di kuartal I 2024 yang berakhir pada 31 Maret 2024.
Hal tersebut disampaikan Anggota Komisi VI DPR RI, Herman Khaeron menanggapi penurunan yang dialami PT Antam baik dari sisi penjualan maupun laba dibandingkan kuartal I tahun lalu.
Dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (2/5), perseroan membukukan penjualan Rp 8,62 triliun pada kuartal I 2024.
Penjualan itu turun 25,64 persen dibandingkan penjualan kuartal I 2023 yang tercatat sebesar Rp 11,59 triliun.
“Manajemen juga harus melakukan efisiensi dan menjaga agar tidak terjadi fraud seperti kejadian sebelumnya maupun seperti terjadi di PT Timah,” kata Herman Khaeron di Jakarta, Jumat (3/5).
Herman Khaeron memastikan, Komisi VI DPR RI bakal melakukan evaluasi dengan memanggil jajaran Direksi PT Antam buntut penurunan dari sisi penjualan maupun laba di kuartal I 2024 yang berakhir pada 31 Maret 2024.
Secara reguler evaluasi terhadap BUMN selalu dilakukan, apalagi jika ada BUMN yang performanya turun, kami akan gunakan fungsi pengawasan,” papar Herman Khaeron.
Salah satu poin evaluasi, kata Politikus Demokrat ini, ialah PT Antam diminta dapat meningkatkan jaringan pasar guna mendongkrak penjualan dan laba bersih.
“Terutama retailnya karena harga komoditas sedang membaik, namun pada sisi lain Antam juga harus menjaga produksinya agar tetap memenuhi target produksi,” pungkasnya.
Diketahui, Laba bersih PT Antam Tbk sepanjang kuartal pertama tahun ini jeblok, bahkan turun drastis hingga tersisa Rp 238,3 miliar, atau merosot 85,67 persen dibanding periode yang sama tahun lalu, yakni sebesar Rp 1,66 triliun.
Dikutip dari laporan keuangan perseroan, Kamis (2/5), Antam pada periode tersebut hanya bisa melakukan penjualan Rp 8,62 triliun dibanding periode sama tahun lalu yang mencapai Rp Rp 11,59 triliun, berarti ambles hingga 25,63 persen.
Jebloknya penjualan Antam tersebut dalihnya disebabkan karena turunnya penjualan bijih nikel yang anjlok 458 persen menjadi hanya Rp 534,1 miliar dari sebelumnya yang sebesar Rp 2,98 triliun.
Di satu sisi, Antama mengalami kenaikan untuk penjualan emas dari sebelumnya Rp 7,01 triliun menjadi Rp 7,67 triliun. Penjualan alumina pun naik menjadi Rp 351,5 miliar dari sebelumnya Rp 296 miliar.
Kemudian, terjadi penyusutan di beban pokok penjualan menjadi Rp 8,37 triliun dari sebelumnya di Rp 8,74 triliun. Kondisi ikut berimbas pada jebloknya laba kotor menjadi Rp 250 miliar dari semula Rp 2,84 triliun,
Antam pun kini mencatatkan defisit arus kas bersih dalam aktivitas operasional sebesar Rp 1,43 triliun. Ini berbanding terbalik dengan capaian sebelumnya yang surplus Rp 405,5 miliar.
Berikutnya, terjadi pembengkakan arus kas dari aktivitas biaya pendanaan menjadi Rp 1,10 triliun dari sebelumnya yang hanya di Rp 254,4 miliar.