Tajukpolitik – Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PAN, Guspardi Gaus, menegaskan bahwa untuk menyongsong Indonesia Emas 2045 dan membentuk bangsa yang cerdas, pendidikan hingga tingkat SMA/SMK saja tidak cukup.
Ia menekankan pentingnya akses yang luas dan merata terhadap pendidikan perguruan tinggi bagi seluruh anak bangsa. Apalagi dengan tujuan membentuk generasi yang cerdas.
“Anak bangsa Indonesia harus bisa mendapatkan layanan pendidikan perguruan tinggi secara luas dan merata,” ujar Guspardi dalam keterangan pers di Jakarta, Senin (20/5).
Pernyataan ini muncul sebagai respons terhadap komentar Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbudristek, Tjitjik Sri Tjahjandarie, yang menyebut perguruan tinggi sebagai kebutuhan tersier dan hanya merupakan pilihan.
Guspardi mengungkapkan kesedihannya terhadap pernyataan tersebut yang menurutnya dapat melukai perasaan anak bangsa dan mereduksi keinginan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Hal ini semakin diperparah dengan keluhan mahasiswa mengenai kenaikan biaya uang kuliah tunggal (UKT) dan Iuran Pengembangan Institusi (IPI) yang naik secara drastis dan tiba-tiba.
“Saya sedih dan prihatin dengan pernyataan Bu Sesditjen Kemendikbudristek karena jelas akan melukai perasaan anak bangsa dan mereduksi keinginan untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi,” tutur Guspardi.
Menurutnya, pemerintah melalui Kemendikbudristek seharusnya mendorong akses pendidikan tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia, bukan malah mengeluarkan pernyataan yang diskriminatif dan seolah-olah pendidikan tinggi hanya untuk kaum kaya.
Ia menegaskan bahwa pendidikan adalah hak seluruh warga negara Indonesia yang harus dipenuhi oleh pemerintah, sesuai dengan pembukaan UUD 1945 alinea 4 dan Pasal 28 ayat C UUD 1945.
Guspardi juga meminta agar pernyataan mengenai pendidikan tinggi sebagai kebutuhan tersier dicabut karena berpotensi menegaskan anggapan publik bahwa perguruan tinggi hanya untuk kalangan yang mampu.
Ia mengingatkan agar pejabat publik berhati-hati dalam mengeluarkan pernyataan yang dapat menimbulkan polemik dan protes.
“Pernyataan itu harus dicabut karena bisa menegaskan anggapan publik bahwa perguruan tinggi hanya untuk kalangan yang mampu. Pejabat publik harus berhati-hati mengeluarkan pernyataan yang menimbulkan polemik,” tegasnya.
Guspardi juga menekankan bahwa pemerintah telah mengatur setiap perguruan tinggi negeri (PTN) untuk menyediakan UKT golongan satu dan dua minimal 20 persen, guna menjamin akses pendidikan tinggi yang berkualitas bagi masyarakat yang kurang mampu.
Ini merupakan langkah penting dalam memastikan pendidikan tinggi yang inklusif dan merata.