TajukPolitik – Aktivis yang juga Pegiat Media Sosial, Nicho Silalahi merasa heran dengan pernyataan Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang menyebut LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender) punya hak dilindungi negara.
Nicho Silalahi melalui akun Twitter pribadi miliknya menyinggung terkait kasus kemanusiaan yang terjadi namun Luhut tidak bersuara sama sekali.
“Giliran Ada Korban Pembantaian KM 50, Kanjuruhan, Peristiwa Bawaslu, Perampasan Tanah Rakyat, Upah Murah Bagi Buruh, Ga Kudengar Suaramu,” tutur Nicho Silalahi dikutip dari akun Twitter pribadi miliknya, Senin (5/12).
Kemudian, Nicho Silalahi juga mempertanyakan Luhut Binsar yang tidak bersuara pada korban pembantaian namun membela yang melanggar norma agama.
“Apakah Korban Itu Tidak Punya Hak Di Lindungi Negara? Giliran Ada Yang Orientasi Selangkangan Menyimpan Dari Norma Agama Lantang Suaramu?,” tandas Nicho Silalahi.
Sementara itu, Luhut berpendapat bahwa mereka juga warga negara Indonesia yang derajatnya sama dengan warga negara lainnya di hadapan hukum.
“Mereka punya hak untuk dilindungi negara karena mereka juga warga negara Indonesia,” ujar Luhut.
Oleh sebab itu, Luhut tidak setuju jika kelompok LGBT menjadi korban kekerasan di lingkungannya.
“Mereka pada dasarnya tidak mau juga seperti itu. Bagaimana kalau itu menimpa keluarga kita?” ujar Luhut. “Jangan cepat menghakimi oranglah, kalau berbeda diusir, dibunuh. Silakan refleksikan diri sendiri saja,” imbuhnya.
Sebelumnya ramai jadi pembicaraan rencana kunjungan utusan Amerika Serikat (AS) Utusan Khusus untuk Memajukan Hak Asasi Manusia bagi Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender, Queer dan Interseks (LGBTQI+) Jessica Stern ke Indonesia. Kunjungan tersebut pun harus batal setelah mendapatkan sejumlah penolakan.
“Setelah berdiskusi dengan rekan-rekan kami di pemerintah Indonesia, kami telah memutuskan untuk membatalkan Kunjungan Utusan Khusus Stern ke Indonesia,” kata Duta Besar AS untuk Indonesia Sung Kim dikutip dari keterangan resmi Kedubes AS, Sabtu (3/12).
Sung Kim menyebut kokohnya hubungan AS dan Indonesia karena sama-sama menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi, hak asasi manusia, keragaman, dan toleransi.
Menurutnya, nilai-nilai tersebut harus berlaku untuk setiap anggota masyarakat, termasuk kelompok LGBTQI+.
“Demokrasi yang maju menolak kebencian, intoleransi, dan kekerasan terhadap kelompok mana pun, dan mendorong dialog yang mencerminkan keragaman luas di masyarakat mereka,” ujarnya.
Lebih lanjut, Sung Kim mengatakan bahwa dialog serta rasa saling menghormati satu sama lain penting diteruskan untuk menekan kekerasan dan diskriminasi terhadap kelompok LGBTQI+.