TajukNasional Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Republik Indonesia, Jusuf Kalla (JK), menyampaikan pandangannya bahwa sistem kurikulum Merdeka Belajar tidak cocok untuk diterapkan secara nasional.
Pernyataan ini disampaikan JK saat menghadiri acara peluncuran buku di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Kamis (10/10).
Menurut JK, penerapan kurikulum Merdeka Belajar sebaiknya dilakukan secara terbatas, hanya di satu atau dua sekolah.
“Saya bicara bahwa kurikulum merdeka tuh enggak cocok untuk secara nasional. Bisa dilaksanakan terbatas untuk sekolah, satu dua sekolah,” ujarnya.
JK menjelaskan bahwa tantangan dalam penerapan kurikulum tersebut berasal dari kondisi nyata di banyak daerah di Indonesia, di mana satu kelas dapat memiliki sekitar 40 murid dengan hanya satu guru.
Ia menyoroti masalah kesejahteraan guru yang belum terjamin, yang menurutnya membuat sulit bagi guru untuk menerapkan pendekatan kurikulum merdeka tersebut.
“Di daerah-daerah yang muridnya 40 orang satu kelas, gajinya Rp5 juta. Bagaimana bisa kasih merdeka?” tuturnya.
Lebih lanjut, JK menilai bahwa kurikulum Merdeka Belajar tidak memberikan motivasi bagi siswa untuk berkompetisi karena menghilangkan sistem pemeringkatan.
“Pendidikan harus reward and punishment (hadiah dan hukuman). Jika semua hanya hadiah, tidak akan pernah terjadi disiplin,” tegasnya, menambahkan bahwa semua siswa dapat naik kelas meskipun tidak belajar dengan baik.
JK juga mengingatkan bahwa Menteri Pendidikan di era pemerintahan Prabowo Subianto kelak haruslah seseorang yang memahami dunia pendidikan.
Ia sebelumnya mengkritik Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim, yang dinilai tidak paham mengenai pendidikan.
“Harapannya Menteri Pendidikan yang mengerti pendidikan dengan baik untuk memajukannya,” pungkasnya.
Pernyataan JK ini menjadi sorotan dalam diskusi mengenai kebijakan pendidikan yang akan datang, dan diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah baru.