TajukPolitik – Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu menanggapi mantan Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla berharap pengusaha lokal untuk berdaulat.
Said Didu menyindir adanya pejabat yang menjadi tukang gelar karpet merah bagi investor China.
“Ada pejabat yang menjadi tukang gelar karpet merah untuk China,” ucap Said Didu dalam unggahannya, Rabu, (1/2).
Sebelumnya, Jusuf Kalla mengeluhkan kondisi pertambangan di Sulawesi Selatan. Dia meminta para pengusaha lokal mengelola sendiri tambang yang ada di Sulawesi Selatan.
“Apa kita disini. Kita tidak punya tambang. Ada sih di Luwu Timur. Baru akan didistribusi,” ucapnya di Soaraja Ballroom Wisma Kalla dalam kegiatan dari Pengusaha ke Pengusaha untuk Masa Depan Indah, Senin, (30/1/2023).
JK-akronim namanya meminta kepada Gubernur Sulawesi Selatan Andi Sudirman Sulaiman untuk mengambil alih.
“Oleh karena itu, Pak Gubernur, tenggara utara harus dikembalikan ke masyarakat,” ujarnya.
Mantan Wakil Presiden ini mengantisipasi terjadinya konflik seperti di PT Gunbuster Nickel Industry (GNI), Morowali Utara, Sulawesi Tengah.
Supaya jangan terulang lagi yang lebih besar, konflik apa yang terjadi di Morowali,” tuturnya.
Menurutnya, konflik yang terjadi di Morowali Utara disebabkan oleh beberapa hal.
Pertama, keselamatan kerja. Kedua kesejahteraan.
Kerja keras, orang tahu semua nikel itu untungnya besar tapi gajinya tetap UMR rakyat biasa,” tambahnya.
Ketiga kata dia, ketidakadilan karena tenaga-tenaga Cina gajinya 4-5 kali dibanding lokal.
Keempat, karena masalah sosial, komunikasi tidak berkembang, kehidupan yang berbeda dan sebagainya.
“Supaya ini tidak terjadi. Tidak berarti mereka harus pulang, berhenti. Tapi kita harus maju. Jangan kekayaan itu kita hanya mendapatkan upah murah. Harus berkembang,” ungkap Jusuf Kalla.
Mantan Ketum Partai Golkar ini, sudah memperingatkan begitu berkuasanya investor China di industri nikel. Yang bikin resah adalah pekerjanya mayoritas tenaga kerja asing (TKA). “Ini daerah kaya nikel, tapi yang kerja semua China dari daratan sampai tukang las,” ujar JK.
Saat ini, Kalla Group tengah membangun smelter nikel secara mandiri. Nilai investasinya tak main-main, mencapai Rp10 triliun. Smelter ini dikelola putra-putri terbaik Indonesia dan mempekerjakan warga sekitar smelter. “Kita bikin smelter. Kita belajar sendiri, Insha Allah tahun depan smelter pertama milik nasional beroperasi,” kata JK.
Menariknya, smelter nikel milik pribumi yang pertama ini, menggunakan energi bersih. Untuk listriknya dipasok dari pembangkit listrik tenaga air (PLTA). “Smelter buatan Indonesia, harus bersumber dari energi bersih,” tegasnya.