TajukPolitik – Pengamat politik Refly Harun mengungkapkan penyebab Presiden Joko Widodo (Jokowi) terlihat kalut jelang lengser, ini berkaitan dengan posisinya dalam partai politik.
Lain dengan Jokowi, Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudoyono (SBY), dan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) justru terlihat tidak terlalu kalut ketika akan lengser.
“Berbeda dengan Megawati dan SBY. Megawati dan SBY plus Gus Dur sebelumnya, sesungguhnya tidak terlalu kalut menghadapi masa pensiun sebagai presiden,” ujarnya.
Menurutnya, penyebab Megawati, SBY, dan Gus Dur terlihat tenang ketika akan lengser karena mereka mempunyai partai politik, sedangkan Jokowi tidak.
“Karena mereka memiliki partai politik, Gus Dur punya PKB, kemudian SBY punya Demokrat, dan Megawati punya PDIP,” ujarnya dikutip tajuknasional.com dari YouTube Refly Harun, Rabu (4/1).
Kemudian ia mengingatkan bahwa Megawati tidak pernah meninggalkan PDIP sejak dilantik sebagai ketua umum tahun 1999, dan saat ia terpilih menjadi presiden.
“Dan jangan lupa, Megawati tidak pernah meninggalkan PDIP sejak terpilih sebagai ketua umum pada tahun 1999,” ungkap Refly Harun.
“Pun ketika dia menjadi Presiden Republik Indonesia dalam kurun waktu 2021-2024 (red. 2001-2004) selama kurang lebih tiga tahun, jadi dia tidak pernah lengser dari PDIP,” imbuhnya.
Sedangkan ketika Jokowi telah lengser, publik tentu bertanya tentang langkah selanjutnya, karena dalam dunia politik ia masih tergolong muda.
“Beda dengan Presiden Jokowi setelah lengser ini, orang tentu akan bertanya big question, Jokowi mau kemana, karena usia Jokowi yang relatif masih muda, jangan lupa, Jokowi kelahiran 61,” pungkas Refly Harun.
Seperti diketahui menjelang lengser Jokowi sibuk meng-endorse tokoh-tokoh politik sebagai Capres 2024, sebut saja Prabowo Subianto, Airlangga Sucipto, Ganjar Pranowo, bahkan Erick Thohir. Jokowi sibuk mencari figur pengganti dirinya setelah lengser seolah takut kehilangan kekuasaan.
Jokowi sendiri memiliki kekhawatiran proyek-proyek ambisiusnya tidak diteruskan oleg presiden selanjutnya jika bukan orang dekatnya. Sebut saja proyek IKN Nusantara yang sampai sekarang belum memiliki investor asing, begitupun kereta cepat Jakarta-Bandung yang terus molor dan biayanya semakin membengkak gerogoti APBN.